Riaumag.com , Istana Negara –Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya soal penanganan pandemi COVID-19 pada Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain bicara tentang pandemi, Jokowi juga mengutarakan pendapatnya mengenai pemulihan perekonomian global, ketahanan iklim, hingga perdamaian dalam keberagaman.
“Kita harus memberikan harapan bahwa pandemi COVID-19 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/9) pagi WIB.
Dia mengatakan adanya ketimpangan dalam kemampuan dan kecepatan dalam menangani pandemi di tiap negara.
“Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi. Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata,” ucapnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menimbau seluruh negara untuk menata ulang arsitektur sistem ketahanan kesehatan global.
“Diperlukan standarisasi protokol kesehatan global dalam hal aktivitas lintas batas negara, misalnya perihal kriteria vaksinasi, hasil tes, maupun status kesehatan lainnya,” ujar Jokowi.
Jokowi menilai terkendalinya pandemi mempu memulihkan perekonomian global, sehingga tiap negara bisa bekerja sama dan saling membantu.
Jokowi menegaskan Indonesia dan negara berkembang lainnya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas.
“Yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan berkelanjutan,” tutur alumnus Universitas Gadjah Mada itu.
Kemudian, Jokowi juga menyampaikan komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim, pembangunan yang rendah karbon, dan teknologi hijau.
Walakin, lanjutnya, proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi.
“Pandemi COVID-19 mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra produksi kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara,” ungkapnya.
Presiden Jokowi juga menyerukan negara-negara di dunia untuk serius melawan intoleransi, konflik, terorisme, dan perang.
Lebih jauh, Jokowi menegaskan adanya potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afganistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda semua negara.