Dari Buku Raja Bambang Sutikno
Riaumag.com , Jakarta
Dalam konteks ini, budi kita maknai sebagai tabiat, watak dan kebaikan, sedangkan akal kita maknai sebagai daya pikir, ikhtiar dan pikiran sehat.
Budi Mulia didefinisikan sebagai sesuatu yang membawa maksud, sifat dan perlakuan yang baik serta prilaku dan tingkah-laku terpuji. Sebuah pepatah melayu berbunyi: Yang kurik itu kundi, yang merah itu saga.
Yang baik itu budi, yang indah itu bahasa. Achlak Mulia didefinisikan sebagai berikut:
1. Berbuat baik kepada siapa pun tanpa pamrih, tanpa pandang bulu.
2. Mengekang nafsu dari berbuat jahat kepada siapa pun dan kepada apa pun serta dengan cara atau sarana apa pun, juga mengekang hawa nafsu dari keinginan membalas dendam.
Berachlak mulia sungguh hal yang sangat baik. Achlak mulia bukanlah sekedar keceriaan wajah seseorang yang berakting penuh kasih sayang. Kadang manusia memiliki wajah yang ceria, tetapi berachlak buruk.
Achlak mulia yang sebenarnya adalah keceriaan wajah yang dilandasi oleh hati suci dan perbuatan-perbuatan mulia.
Definisi Akal Mulia adalah kemampuan untuk memberikan pertimbangan yang benar dan baik serta gagasan yang cemerlang.
Tanda yang paling jelas yang menunjukkan kesempurnaan akal seseorang adalah kesuksesan karirnya dalam kebahagiaan hidupnya.
Aristotle menyebut 2 jenis Kepribadian Mulia:
1. Kepribadian Mulia bersifat intelektual yang dikaitkan dengan kecemerlangan pikiran untuk memahami, mengakui dan menilai dengan baik, 2. Kepribadian Mulia bersifat moral yang menekankan pada tuntutan berkelakuan baik dengan menjalankan proses pengulangan dan pelaziman.
Contohnya: Insan yang mengamalkan sifat jujur akan cenderung menjadi insan yang jujur dalam hidupnya.
Akal sesungguhnya kelebihan yang diberikan Tuhan kepada manusia dibandingan kepada makhluk-makhlukNya yang lain.
Dengan akal manusai dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan dan kebutuhan hidup mereka di dunia.
Akal adalah penerima ilmu dan konsisten serta disiplin bekerja sesuai dengan tugas tersebut.
Begitulah, akal melahirkan ilmu baru karena menerima stimulasi dari luar, dari alam beserta isinya, baik berupa benda hidup atau yang mati, melalui serapan indera pendengaran, penglihatan, penciuman dan rabaan atau cicipan.
Fungsi akal dalam dunia Spiritual Quotient sangat kental. Akal memiliki fungsi yang sangat besar agar eksistensi manusia tetap berkembang.
Akal manusia bisa memikirkan apa-apa yang kongkrit dan juga abstrak, yang nyata serta khayalan, sehingga akal dapat didudukkan sebagai pengijtihad.
Ijtihad didalam Islam telah melahirkan mazhab-mazhab fiqh yang melukiskan kecemerlangan pemikiran.
Walaupun begitu fiqh masih membutuhkan pemikiran lebih lanjut dan lebih mendalam tentang hukum-hukum yang ada di dalamnya.
Dengan menggunakan akal mulia dan cemerlang para mujitahid akal dapat memutuskan segala perkara dengan maksimal tanpa mengada-ada.
Yang perlu dijaga, seorang mujitahid jika hendak mengijtihadkan suatu perkara maka akalnya harus dalam keadaan jernih, tidak kalut kusut ataupun semraut. Kejernihan akal akan sangat mempengaruhi hasil ijtihad itu.
Kedudukan akal menjadi sentral untuk mengenal diri sendiri. Bukan saja karena akal merupakan komponen pada bagian tubuh tertinggi tetapi juga karena akal mencitrakan kekhasan manusia.
amun penalaran akal manusia sangatlah terbatas karena itu manusia yang tak mengakui atau menerima keterbatasan akalnya dapat mengalami ketidak-seimbangan pikiran dan harapan alias gangguan jiwa.
Manusia harus mengakui kenyataan bahwa akal tidak akan dapat memahami seluruh isi alam kosmos ini, baik matahari beserta planet-planetnya, apa lagi bintang-bintang pada sekian juta galaxy beserta segala peristiwa yang terjadi di alam galaxy tersebut.
Sehingga harus disadari, bagaimana mungkin akal mampu merumuskan sepenuhnya segala sesuatu tentang Dzat pencipta alam semesta ini.
Dari sisi SQ, kedudukan akal untuk memikirkan ciptaan Yang Mahapencipta. Dengan akal manusia mampu memaknai segala sesuatu yang diciptakan Tuhan.
Bagaimana langit dibentangkan tanpa tiang penyanggah, bagaimana waktu bergulir sehingga terjadi pergantian siang dan malam, bagaimana panas dan hujan menumbuhkan kehidupan semua itu bisa dipahami hanya oleh manusia yang berakal.
Dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman yang artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.” (QS. Ali Imran: 190-191).
Akal berbuah pemikiran. Akal adalah bagian dari nikmat Tuhan yang dianugrahkan kepada manusia.
Akal adalah anugrah yang sangat mulia dari Tuhan untuk manusia. Karena akal pulalah maka manusia tampil berbeda dari pada mahluk yang lain.
Dengan akal manusia dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana yang halal mana yang haram, mana yang cantik mana yang kusut masai.
Akal memiliki fungsi agar eksistensi manusia tetap berkembang. Akal menyerap ilmu dan berbuah pemikiran.
Akal manusia bisa memikirkan apa yang kongkrit dan juga abstrak sehingga akal dapat didudukkan sebagai pengijtihad.
Kedudukan akal menjadi sentral untuk memikirkan ciptaan Tuhan Yang Mahapencipta dan untuk mengenal diri sendiri karena akal mencitrakan kekhasan manusia.
Semoga kini kita sepakat bahwa untuk beragama dengan saleh si penganut tidak harus membunuh akalnya sendiri.
Kita hidup dalam keyakinan pada agama yang memerintahkan kita untuk mencintai Tuhan dengan segenap akal budi.
Namun banyak hal yang memprihatinkan kita dimana sejumlah orang dalam beragama ini mengabaikan perintah yang bagus itu.
Mereka mengaku beriman namun tak pernah berpikir, atau bahkan barangkali takut berpikir, sebab mereka beranggapan: berpikir dapat membawa ke dalam kekafiran.
Pada hal yang benar justru sebaliknya bahwa dengan tanpa berpikir mereka benar-benar akan tersesat.
Asal kata Kafir adalah Kufur. Artinya menutupi (yang jahat). Keduanya kata sifat (adjective). Dalam perkembangan zaman, bahasa juga berkembang.
Definisinya bergantung pada kata yang mengikuti. Sifat kafir ketika ditambahkan kata bendanya (noun) menjadi penjelas kata benda. Misalnya menjadi mengingkari, menolak, dsb. Kini kita maklum, dari sudut pandang makna asal usul kata, bahwa kekafiran itu musuh semua umat.
Bukan hanya Islam.Secara etimologis, kafir berarti menutupi atau menyembunyikan realitas (to cover up or to hide reality).
Dengan artinya itu maka kafir sejati adalah mereka yang tahu bahwa Tuhan Mahamelihat tetapi mereka tetap nyolong atau korupsi.
Mereka tahu bahwa Tuhan Mahamengetahui tetapi mereka tetap menyogok atau menerima uang gratifikasi, tetap doyan suap-suapan, suka ngemplang, nilep atau bo’ong lagi bo’ong lagi. Kafir Liberal? Kalau kafir liberal itu orang yang sholatnya khusyuk tapi korupsinya juga khus
yuk. Berbanding luruskah itu namanya?Mencintai Tuhan dengan segenap akal mulia dan budi mulia berarti pantang berpikir negatif tentang diri sendiri dan orang lain, pantang frustasi menghadapi kehidupan, pantang merusak alam lingkungan, pantang memakai akal budi secara sembunyi-sembunyi untuk tujuan-tujuan jahat apa lagi memakai akal budi untuk menentang perintah Tuhan.
Dari telaah dan kajian di atas maka sekarang kita mafhum apa arti hidup mencintai Tuhan dengan segenap akal mulia dan budi mulia. Masing-masing perlu mencamkan dan berjanji pada diri sendiri bahwa “Dalam akal mulia dan budi mulia aku mencintai Tuhanku Yang Mahaesa.”
Kita berharap poin demi poin yang kita curahkan disini akan memberi kita suatu pencerahan kehidupan beragama dalam perspektif yang baru, dimana akal budi mendapat tempat mulia sebagaimana mestinya.
Jadi, cintailah Tuhan dengan segenap akal mulia dan budi mulia demi suatu hubungan dialektis berkelanjutan dalam kehidupan beriman, dalam perasaan, penalaran, dan realita sehingga tercapailah kedamaian di dada dan di kepala.
(Bersambung)
(rbs/riaumag.com)