Riaumag.com , Jakarta –Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan defisit APBN hingga Mei 2021 naik mencapai Rp 219,3 triliun.
Defisit setara 21,78 persen dari target defisit tahun 2021 sebesar Rp 1.006,4 triliun. Angka ini juga setara dengan 1,32 persen dari PDB RI.
Adapun tahun 2021, bendahara negara menargetkan defisit dapat ditekan mencapai 5,7 persen.
“Sampai dengan Mei 2021, defisit APBN mencapai Rp 219 atau 1,32 persen dari Produk Domestik Bruton (PDB),” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita secara virtual, Senin (21/6/2021).
Wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) ini menyebut, defisit terjadi lantaran penerimaan negara lebih rendah dibanding belanja negara untuk mengantisipasi dampak Covid-19.
Tercatat, penerimaan negara hingga Mei 2021 baru mencapai Rp 726,4 triliun triliun.
Capaian tersebut setara 41,66 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 mencapai Rp 1.743,6 triliun.
Kendati demikian, realisasi penerimaan negara naik 9,31 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Secara lebih rinci, pendapatan negara ini didapat dari pajak Rp 558,9 triliun atau 38,69 persen dari target sebesar Rp 1.229,6 triliun.
Penerimaan dari sisi pajak meningkat 6,2 persen, lebih baik dibanding Rp 526,3 triliun atau -3 persen pada tahun 2020.
Sementara pendapatan bea dan cukai sudah mencapai Rp 99,3 triliun atau 46,2 persen dari target Rp 215 triliun tahun 2021.
Pendapatan bea cukai ini meningkat 21,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Adapun realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 167,6 triliun atau 56,19 persen dari target Rp 299,1 triliun.
Capaian meningkat 22,36 persen dibanding periode sama tahu lalu sebesar Rp 137 triliun.
“Ini kita lihat sangat berhubungan dengan harga minyak dan komoditas beberapa tahun terakhir,” ungkap Sri Mulyani.
Belanja negara
Sri Mulyani mencatat belanja negara pada Mei 2021 sudah tembus Rp 945,7 triliun, atau 34,39 persen dari target Rp 2.750 triliun sepanjang tahun ini.
Realisasi belanja negara ini meningkat 12,05 persen dibanding Mei 2020 yang hanya Rp 843,94 triliun.
Belanja tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).
Dia merinci, belanja pemerintah pusat dibagi menjadi belanja kementerian/lembaga (K/L) dan belanja non K/L masing-masing Rp 359,8 triliun dan Rp 211,3 triliun.
Belanja K/L sudah mencapai 34,86 persen dari target Rp 1.032 triliun, sementara belanja non K/L sudah 31,2 persen dari target Rp 922,6 triliun.
Secara total, belanja pemerintah pusat mencapai Rp 647,6 triliun atau 33,14 persen dari target Rp 1.954,5 triliun. Jumlah ini pun meningkat 20,53 persen dari Rp 537,3 triliun pada Mei 2021.
“Jadi kerja keras APBN kita melalui sisi belanja didukung oleh penanganan Covid-19 yang terkendali telah mendukung countercyclical,” tutur Sri Mulyani.
Untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 298 triliun atau 37,47 persen dari target Rp 795,5 triliun.
Realisasi terkontraksi 2,8 persen dibanding periode yang sama sampai Mei 2020.
Secara rinci, TKDD dari transfer ke daerah mencapai Rp 275,7 triliun atau 38,18 persen dari target Rp 722,2 triliun. Realisasi -0,72 persen dibanding Mei 2020 Rp 277,7 triliun.
Realisasi dana desa mencapai Rp 22,3 triliun atau 31,02 persen dari target Rp 72 triliun. Realisasi -22,64 persen dibanding Rp 28,9 triliun pada Mei 2020.
Terakhir, realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp 309,3 triliun atau 30,73 persen dari target Rp 1.006,4 triliun.
Realisasi terkontraksi 13,57 persen dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 357,9 triliun.
“Pembiayaan kita penuhi dari penerbitan SBN, di mana pembiayaan oleh BI adalah Rp 116,26 triliun. Dan tentu dengan pasar surat berharga yang makin stabil dan baik, ketergantungan kita dari pembiayaan BI secara bertahap bisa diturunkan,” pungkas Sri Mulyani.
sumber : kompas.com