Riaumag.com , Jakarta –Varian baru SARS-CoV-2 yang ditemukan di Indonesia memiliki laju penularan hingga lebih dari 3 kali lipat dibandingkan virus serupa yang sudah lebih dulu ada. SARS-CoV-2 adalah virus corona penyebab COVID-19, diketahui menyebar pertama kali di Wuhan, Cina, pada akhir 2019.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa penularan berat COVID-19 bisa dihindari jika laju penularan yang ditemukan di lapangan sebesar 0,9 atau paling tinggi setara dengan varian awal. Tapi yang ditemukan, laju penularan infeksi virus tersebut sekitar 3,35 kali lipat.
Dante mengungkap hasil analisis berdasarkan pengamatan atas kasus yang terjadi di Cilacap, Jawa Tengah, tersebut dalam rapat kerja di DPR RI, Kamis 27 Mei 2021. Kasus itu berawal dari karantina kesehatan yang dilakukan terhadap 20 anak buah kapal (ABK) saat berlabuh usai melakukan perjalanan dari India–negara yang sedang dilanda gelombang baru penularan COVID-19 yang parah.
Pemeriksaan screening genomik dari 20 ABK ternyata berujung 14 kasus mutasi virus yang menular pada 31 tenaga kesehatan. Padahal, Dante menambahkan, tenaga kesehatan saat kontak dengan ABK sudah mengenakan alat pelindung diri (APD).
“Ini memperlihatkan bagaimana agresifnya penularan dari virus yang masuk dalam klasifikasi Variant of Concern (VoC) WHO kepada orang lain,” katanya merujuk kepada SARS-CoV-2 varian B. 1617 yang diketahui pertama menyebar di India.
Varian tersebut belum lama ini memang telah ditetapkan WHO bergabung bersama varian yang pertama diketahui menyebar di Inggris (B.1.1.7), Afrika Selatan (B.1.351), dan Brasil (P.1) sebagai variant of concern. Mereka dianggap lebih mengancam, yang umumnya didefinisikan sebagai sebuah turunan virus baru yang bermutasi menjadi lebih menular, lebih mematikan, dan lebih resisten terhadap vaksin dan pengobatan yang ada.
Dari 31 kasus penularan yang dialami tenaga kesehatan, pelacakan berlanjut ke anggota keluarga dan kembali ditemukan 12 kasus penularan lainnya. Lalu, dari 12 kasus itu, pelacakan lanjutan kembali menemukan enam kasus kontak penularan tambahan.
Dante mengatakan, semua SARS-CoV-2 secara kecerdasan biologis memang membuat perubahan untuk bermutasi supaya mereka tetap bisa hidup. Namun pemerintah Indonesia harus membuat gerakan antisipasi supaya perubahan secara endogen itu tidak berpengaruh pada penyebaran kasus infeksi.
“Peningkatan kasus adalah kombinasi mobilisasi penduduk dan perubahan pola varian kasus secara mutasi,” katanya.
Dante mengatakan Kementerian Kesehatan sedang meningkatkan aktivitas surveilans genomik untuk mendeteksi dini mutasi virus. Sampai saat ini, sudah diperiksa sebanyak 1.744 sampel di seluruh Indonesia–hasil dari kewajiban setiap daerah mengumpulkan lima sampai sepuluh sampel setiap pekan.
Dari hasil evaluasi hingga kini, ada 54 kasus mutasi virus Covid-19 yang terjadi di Indonesia, terdiri dari 35 kasus di antaranya adalah varian yang mencemaskan dan berasal dari luar Indonesia. Sisanya, 19 kasus, tidak ada kontak dari luar Indonesia. “Artinya bahwa sudah ada penyebaran kontaminasi lokal di Indonesia untuk variant of concern yang terjadi secara mutasi,” kata Dante.
sumber : tempo.co