Dari Buku Raja Bambang Sutikno
Riaumag.com , Jakarta
Hewan mempunyai kodratnya, dengan kemampuan instink yang terbatas mereka mampu menjalankan tugas sebagaimana kodratnya itu.
Hewan tak bisa memilih karirnya. Lebah menghasilkan madu. Kuda menjadi kuda-beban atau kuda-pacu, tidak mampu menjadi pemetik kelapa di pohon yang tinggi.
Pemetik kelapa adalah kodrat beruk, dan beruk tak mampu menjadi beruk pacu atau penghasil madu.
Berang-berang (beaver) sungguh rajin dan mampu membangun dam dengan gaya teknik sipil dan arsitek yang presisi di aliran sungai untuk dijadikan rumahnya anak beranak.
Setelah anaknya dewasa, kawin, mereka membangun dam sendiri untuk dijadikan rumah baru mereka. Itulah kodratnya, dan hanya itu kehebatan berang-berang.
Tidak lebih tidak kurang itulah yang mereka warisi secara turun-temurun. Sebagaimana juga lebah yang menghasilkan madu, tidak mewarisi kemampuan menghasilkan susu. Hewan tak dapat memilih nasibnya.
Hanya manusia yang boleh memilih untuk menjadi dokter gigi, atau arsitek gedung bertingkat, atau psikolog, atau presenter, atau penyanyi misalnya atau mungkin menjadi koruptor.
Manusialah yang sanggup merubah buah jeruk menjadi jus, dikemas pula di dalam plastik atau kaleng.
If God gives you lemon, make lemonade. Manusialah yang sanggup membelah atom menjadi bom berdaya ledak yang dahsyat.
Hanya manusia yang diberi berkah oleh Tuhan Sang Mahapencipta untuk berhak dan mampu memilih karirnya, atau menentukan nasibnya, atau mengambil keputusan atas pertimbangan logika dan perasaan.
Seorang anak nelayan miskin di suatu desa, di pelosok pulau yang masih terbelakang, akan mewarisi nasib ayahnya sebagai nelayan miskin jika dia tidak berusaha keras dan berdoa khusuk untuk merubah nasib itu.
Jika petani melarat yang tak memiliki sendiri ladangnya nrimo saja dan berkata “ini sudah nasib” maka nasibnya itu takkan berubah.
Ketika seorang buruh, kuli kasar yang mengerjakan pekerjaan berat serta kotor di pabrik timah, bertekad bahwa anaknya harus beda dan dia memperjuangkan tekadnya itu dengan bersungguh-sungguh, maka anaknya tidak akan mewarisi kemiskinan dan kebodohan si ayah. Secara spiritual si anak menangkap pesan dan tekad orang tuanya.
Sang ayah hidup bersahaja, makan minum se-iritnya, tidak tergiur membeli kesenangan untuk pribadinya, dan semua itu direlakannya agar anak-anak dapat melanjutkan sekolah mereka setinggi-tingginya.
Segala puji untuk Allah yang merahmati sang ayah yang buta huruf itu kini mendapatkan anaknya pulang membawa gelar Master of Science melalui beasiswa dari universitas terhebat di Eropa.
Dengan penuh percaya diri si anak berkata: Atas nama harkat kaumku, martabat ayahku, kurasakan dalam aliran darahku saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani.”
Demikian Andrea Hirata di dalam bukunya ‘Maryamah Karpov’.Ada manusia yang, dengan atau tanpa disadarinya, merasa ’terperangkap’ dalam keterbatasan nasibnya sehingga pasrah seratus persen menerima kodratnya.
Misalnya kita lihat seorang janda bercita-cita agar anaknya juga bisa menjadi TKI Pembatu Rumah Tangga di Timur Tengah, sama seperti dirinya.
Dia tak berani bercita-cita dan berupaya agar anaknya menjadi sarjana kemudian menjadi pengusaha atau pedagang besar. Mungkin si ibu berujar kepada anaknya, ”Kita jadi orang harus rajin dan jujur dan nrimo, nanti kalau umurmu sudah 18 tahun kita akan usahakan kamu dapat pekerjaan seperti ibu. Nasib kita ya begini ini anakku, janganlah memikirkan yang aneh-aneh.”
Dia menganggap kehidupan sebagai PRT itu sudah kodratnya dan anaknya. Kepasrahan manusia yang bagaikan hewan menerima kodratnya dapat menyebabkan ’kemiskian struktural’. Kemiskinan mendekatkan manusia kepada kekufuran
Kita tidak boleh pasrah sehinga tak berusaha maksimal memperbaiki nasib. Ya, merubah nasib, bukan merubah takdir. Manusia diamanahi menjadi khalifah di muka Bumi.
Khalifah adalah pemimpin, minimal memimpin dirinya sendiri. Pemimpin mempunyai tanggungjawab. Setiap manusia diminta pertanggung-jawabannya dan itu terjadi baik semasa di dunia maupun nanti di akhirat. Tanggungjawab pemimpin (kelompok/organisasi/negara) lebih besar dan lebih berat dari pada masyarakat awam.
Misalnya, orang kecil kalau korupsi, yang dikorupsi recehan, dibandingkan dengan orang besar kalau korupsi yang dikorupsi segunung gedenya. Jadi, dari sisi ini, orang kecil relatif pertanggung-jawaban dan dosanya lebih kecil. Dari suatu sisi, itu juga berarti pertanggung-jawaban dan dosa orang besar juga lebih besar. Ya, itu relatif.
Tuhan membedakan hambaNYA dari amalnya, bukan dari kedudukannya. Dan yang dihisab itu adalah amal perbuatannya.Manusia harus sangat berhati-hati menentukan jalan hidupnya, memutuskan pilihannya.
Nasib saya ada ditangan saya, nasib anda ada ditangan anda. Antara stimulasi dan respon selalu ada freewill, kebebasan menentukan pilihan.
Use your power and freedom to choose. Setiap orang harus menggunakan haknya yaitu kebebasan dan kemampuan untuk menentukan pilihan.
Kebebasan dan kemampuan dimaksud merupakan hak azazi manusia, karunia dari Tuhan.
Hak azazi itu jangan anda abaikan dan tak seorangpun boleh mengabaikannya. Anda pun jangan melanggar hak azazi tersebut yang melekat pada diri setiap orang.
Anda ingin menjawab ya atau tidak atau diam, mengatakan hitam atau putih atau blank, memilih ke utara atau ke selatan atau ditengah-tengah, atau apapun pilihan anda itu haruslah atas akal dan budi anda sendiri.
Nasib anda di tangan anda. Seberat-berat mata memandang, lebih berat bahu memikul. Apapun pendapat orang lain, apapun komentar mereka, apapun perasaan, simpati dan emosi mereka, hanya sebatas itu yang akan mereka lakukan atau berikan.
Yang menjalankan pilihan itu adalah anda sendiri. Pilihan dan keputusan anda memang untuk anda, jangan orang lain yang memutuskan untuk anda.
Karena yang akan menanggungkannya juga diri anda. Yang baik serta cocok untuk tuan X belum tentu baik serta cocok untuk tuan Y, begitu juga sebaliknya. Jadi, tidaklah boleh ada pemaksaan kehendak oleh seseorang atau suatu pihak terhadap orang atau pihak lain.
(Bersambung)
(rbs/riaumag.com)