Riaumag.com —Korea Selatan kini memiliki presiden baru., Kandidat presiden dari partai oposisi, Yoon Suk-yeol terpilih sebagai presiden Korea Selatan selanjutnya, menggantikan Moon Jae-in.
Dilansir BBC.com, Lee Jae-myung dari Partai Demokrat mengakui kekalahannya pada Kamis (10/3/2022) pagi.
Beliau meminta maaf kepada para pendukungnya atas “kekurangannya”.
Sementara itu, Yoon yang cencerung konservatif menyebut kemenangannya sebagai “kemenangan orang-orang hebat”.
Kedua calon presiden itu telah dituduh menjalankan kampanye negatif.
Pemilihan umum yang digelar pada Rabu (9/3/2022) berakhir dengan selisih kurang dari 1% suara.
Jumlah pemilih terbilang tinggi, lebih dari tiga perempat pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara mereka.
Kekhawatiran utama para pemilih adalah meroketnya harga rumah, pertumbuhan ekonomi yang stagnan, dan pengangguran kaum muda.
Gedung Putih telah mengirimkan ucapan selamatnya kepada Yoon, mengatakan Presiden AS Joe Biden berharap untuk lebih memperluas hubungan antara kedua negara.
Yoon Seok Yeol, Seorang Mantan Jaksa Agung
Yoon Seok-yeol adalah seorang pengacara, politisi, dan mantan jaksa penuntut umum yang menjabat sebagai Jaksa Agung Korea Selatan antara 2019 dan 2021 di bawah kepemimpinan Presiden Moon Jae-in.
Dilansir Hankyoreh, Yoon Seok-youl telah berubah dari jaksa agung untuk pemerintahan Moon Jae-in menjadi kandidat untuk Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai oposisi utama.
Yoon mendapat reputasi sebagai jaksa yang “menentang pemerintahan” selama kepresidenan Park Geun-hye.
Kini ia juga melawan pemerintahan yang sama yang membuatnya menjadi jaksa agung.
Yoon mengubah dirinya menjadi politisi yang sekarang akan melawan Partai Demokrat, Partai dari Moon Jae-in, dan akan menjatuhkan partai itu dari kekuasaan.
Tumbuh kaya sebagai putra dari dua profesor, Yoon diterima sebagai mahasiswa hukum di Universitas Nasional Seoul.
Beliau lulus ujian pengacara pada tahun 1991 setelah sembilan kali mencoba.
Yoon memulai kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994 di Kantor Kejaksaan Distrik Daegu.
Setelah delapan tahun, Yoon mengajukan pengunduran dirinya dan bekerja di sebuah firma hukum besar.
Tetapi satu tahun kemudian, ia kembali bekerja sebagai jaksa.
Alasannya, aroma mi kacang hitam di lift Kejaksaan Agung (SPO) membangkitkan nostalgianya saat begadang melakukan penyidikan.
Dia kemudian ditugaskan ke posisi kunci sebagai direktur divisi pertama departemen investigasi pusat Kejaksaan Agung dan kepala departemen investigasi khusus pertama Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul.
Pada bulan April 2013 — tahun pertama kepresidenan Park Geun-hye — ia ditunjuk oleh Jaksa Agung saat itu, Chae Dong-wook sebagai pemimpin tim investigasi khusus yang menyelidiki keterlibatan Badan Intelijen Nasional (NIS) dalam skandal manipulasi opini publik NIS tahun 2012.
Yoon menuntut mantan kepala NIS, Won Sei-hoon karena melanggar Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik.
Dia menuduh Menteri Kehakiman Hwang Kyo-ahn mempengaruhi penyelidikannya.
Akibatnya, ia diturunkan dari kantor kejaksaan Seoul ke Kantor Kejaksaan Tinggi Daegu dan Daejeon.
Yoon kemudian menjadi kepala investigasi di tim jaksa khusus Park Young-soo, yang menyelidiki tuduhan yang berkaitan dengan skandal Choi Soon-sil 2016 yang melibatkan Choi, wakil ketua Samsung Lee Jae-yong dan Presiden Park Geun-hye saat itu, berujung pada pemakzulan presiden pada Desember 2016.
Pada 19 Mei 2017, Presiden Moon Jae-in yang baru terpilih mengangkat Yoon sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul.
Yoon mendakwa dua mantan presiden Lee Myung-bak dan Park Geun-hye, tiga mantan kepala NIS, mantan hakim agung Yang Sung-tae dan lebih dari 100 mantan pejabat dan eksekutif bisnis lainnya di bawah masa jabatannya.
Ia juga memimpin penyelidikan penipuan akuntansi di Samsung.
Pada 17 Juni 2019, Yoon dinominasikan sebagai Jaksa Agung.
Pada 16 Juli, ia secara resmi diangkat sebagai Jaksa Agung baru dan memulai masa jabatannya 9 hari kemudian.
Presiden Moon memerintahkannya untuk bersikap netral, menambahkan bahwa segala jenis korupsi harus diselidiki secara ketat meskipun terkait dengan pemerintah.
Namun hubungan manisnya dengan pemerintahan Moon berakhir tak lama.
Pada Agustus 2019 Yoon ditunjuk dalam dalam penyelidikan terhadap keluarga Cho Kuk, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman.
Cho Kuk yang dipilih oleh Moon, terlibat dalam serangkaian kontroversi, termasuk tuduhan kegiatan bisnis terlarang dan pemalsuan prestasi akademik putrinya.
Keputusannya untuk mengadili Cho Kuk disambut oleh oposisi tetapi dikutuk oleh Partai Demokrat dan pendukungnya.
Cho Kuk kemudian digantikan oleh Choo Mi-ae.
Selama jabatannya, Choo Mi-ae mengambil tindakan terhadap beberapa jaksa yang dekat dengan Yoon.
Ia menuduh Yoon gagal menyerahkan rencana reorganisasi untuk departemennya.
Tetapi hal itu justru dilihat sebagai pembalasan oleh Gedung Biru akibat penuntutan Cho Kuk.
Pada April 2020, anggota parlemen Partai Demokrat kembali menyerang Yoon dan memintanya untuk mengundurkan diri.
Choo Mi-ae lalu menskors Yoon dari posisinya, dengan alasan dugaan pelanggaran etika, penyalahgunaan kekuasaan, dan campur tangan dalam penyelidikan rekan dan anggota keluarganya.
Yoon mengajukan perintah penangguhan menteri, yang disetujui oleh Pengadilan Administratif Seoul pada tanggal 1 Desember, untuk sementara menghentikan penangguhan tersebut.
Pada 16 Desember, Kementerian Kehakiman kembali memberlakukan penangguhan dua bulan pada Yoon, menerima empat dari enam dakwaan utama untuk tindakan disipliner.
Keputusan itu kemudian disetujui oleh Presiden Moon.
Namun pada tanggal 24 Desember, mengikuti perintah yang diajukan di Pengadilan Administratif Seoul, penangguhan dibatalkan karena pengadilan menerima klaim Yoon bahwa proses untuk menangguhkannya tidak adil.
Pada tanggal 4 Maret 2021, Yoon akhirnya mengajukan pengunduran dirinya sebagai jaksa agung, yang diterima oleh Presiden Moon.
Setelah mengundurkan diri, ia secara resmi maju dalam kepresidenan pada tanggal 29 Juni.
Sebagai seorang politisi, Yoon sejauh ini jauh dari harapan yang ia dorong sebagai jaksa.
Meski menuai kritik atas berbagai kejanggalan yang mengungkapkan kekurangan filosofi pemerintahannya, harapan untuk pemerintahan baru yang telah diproyeksikan padanya akhirnya mengubahnya menjadi calon presiden dari PPP.