Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Tidak ada jaminan Prabowo tetap loyal pada Jokowi jika terpilih jadi presiden.
RIAUMAG.COM , JAKARTA——–Presiden Joko Widodo mendukung penuh pencalonan Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.
Hal itu dibuktikan melalui restu kepada Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi pasangan Prabowo.
Sekalipun pencalonan Gibran dibumbui drama di Mahkamah Konstitusi, yang membuat Gibran akhirnya memenuhi syarat sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun.
Banyak yang menyebut keberadaan Gibran membuat Jokowi masih punya kemampuan untuk mengontrol kebijakan jika Prabowo-Gibran menang.
Namun pendapat berbeda disampaikan oleh Direktur Asia Institute University of Melbourne Australia Vedi R Hadiz.
Ilmuwan sosial itu menyebut, tak ada jaminan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto bisa dikendalikan Presiden Joko Widodo jika terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Sekalipun wakil presiden Prabowo adalah anak sulung Jokowi.
“Kalau skenario Prabowo-Gibran menang, apakah Prabowo rela pemerintahan dia itu dikendalikan dari belakang oleh Jokowi dari anaknya?” kata Vedi dalam acara Rosi di Kompas TV, Jumat (17/11/2023).
Ego Prabowo besar
Menurut Vedi, Prabowo punya kepentingan sendiri dan jaringan yang berbeda dengan Jokowi. Belum lagi, Prabowo dinilai memiliki ego sendiri jika menjadi seorang presiden.
“Artinya tidak selinear itu, karena kalau skenario itu yang jalan, menurut saya episode kedua dan ketiga berikut adalah ketegangan di dalam itu.
Siapa sih yang menguasai pemerintah? Dan masing-masing punya jaringannya sendiri,” tuturnya.
Prabowo juga dinilai bisa meminimalisasi pengaruh Gibran dalam pemerintahan jika beliau terpilih jadi Presiden.
Posisi Gibran, kata Vedi, hanya berdampak dalam jangka waktu panjang sebagai modal politik di tahun 2029.
“Jangka panjangnya saya kira adalah, ini kan wapres, setelah wapres jadi apa lima tahun berikutnya.
Kemungkinan besar kalau Prabowo tidak bisa dikendalikan, wapresnya punya reputasi yang memadai untuk jadi capres 2029 dan dengan itu dinasti politik aman,” tuturnya.
Manuver jitu
Meski demikian Vedi Hadiz menilai, upaya Presiden yang memajukan putra sulungnya ikut dalam Pilpres 2024 merupakan manuver politik yang jitu.
Sebab, meski praktik yang disebut melanggengkan dinasti politik itu diprotes oleh masyarakat luas, suara untuk pasangan ini tidak lantas melemah secara drastis.
“Menurut saya itu adalah manuver politik yang cukup jitu.
Ternyata kalkulasi politik dia (Jokowi) tidak keliru, walaupun ada bagian dari masyarakat yang memprotes dan menurut saya dengan sangat beralasan memprotes karena UU harus diubah untuk memungkinkan ini,” tutur Vedi Hadiz.
“Kenyataannya suara dari pasangan tersebut ternyata tidak mengalami kerugian sama sekali bahkan,” ucap dia.
Di sisi lain, ia tidak memungkiri, praktik nepotisme maupun penyalahgunaan kekuasaan membuat publik tidak merasa nyaman.
Namun, menurut Vedi, praktik pelanggaran etik, politik dinasti, hingga nepotisme hanya bersirkulasi di kalangan para elite. Masyarakat pun, kata dia, seolah sudah terbiasa dengan praktik tersebut di tingkat lokal.
Baca juga: Ikuti Perintah Gus Dur, Cak Imin Bakal Pensiun dari Posisinya sebagai Ketua Umum PKB
Misalnya, ketika kepala desa dijabat secara turun-temurun oleh satu keluarga. Dengan begitu, praktik serupa di tingkat nasional tidak lantas membuat suara menurun.
“Jadi buat masyarakat bawah, pelanggaran seperti ini, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan, pun di tingkat sehari-hari, di tingkat lokal, di tingkat pengalaman hidup mereka yang nyata, itu selalu ditemui.
Itu adalah bagian dari kenyataan hidup mereka sehari-hari,” ucap dia.
Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri sebagai wakil presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin (16/10/2023).
Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Buntut dari prahara itu, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
MKMK menyatakan, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.