Riaumag.com –Penggantian warna bodi pesawat kepresidenan menuai kritik. Pengamat penerbangan, Alvin Lie lewat akun media sosial pribadinya. Dia menyebut pemerintah justru menghamburkan uang dengan rencana pengecatan ulang. Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk pesawat tipe B737-800 antara US$100 ribu hingga US$150 ribu, kurang lebih Rp1,4 miliar sampai Rp2,1 miliar.
Ia mengkritik anggaran sebesar tersebut dikeluarkan saat pandemi COVID-19. “Hari gini masih aja foya-foya ubah warna pswt Kepresidenan,” tulis Alvin dalam akun @alvinlie21. Banyak masyarakat yang juga mengencam ide pengecatan pesawat kepresidenanan. Hal ini dinilai buang-buang uang saat rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi.
Pesawat kepresidenan menjadi alat transportasi kepala negara saat melakukan kunjungan kerja ke negara sababat. Sebelum memiliki pesawat kepresidenan, presiden RI saat itu menggunakan pesawat komersial milik Garuda Indonesia. Lalu, bagaimana awal mula pembelian pesawat kepresidenan.
Pembelian pesawat kepresidenan RI pertama kali dicanangkan saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2011, anggaran pembelian pesawat kepresidenan berjenis Boeing Business Jet 2 Green juga dipenuhi kritik. Presiden SBY dinilai tidak mempunyai sense of crisis dan sense of urgency.
Pesawat Boeing Business Jet 2 (BJB) di buat oleh pabrikan Boeing di Seattle, Amerika Serikat tahun 2012 lalu. Proses pembuatan pesawat ini memakan waktu setidaknya 4 tahun.
Harga untuk pesawat ini sendiri sekitar USD 91,2 juta, dengan kurs saat itu nilainya Rp 820 miliar. Menurut data yang diperoleh Fitra, anggaran pembelian tersebut dialokasikan sebesar Rp 92 miliar dalam APBN Perubahan 2011, dan Rp 339,2 miliar dengan APBN 2012. Anggaran untuk pembelian pesawat itu didapat dari utang berbentuk promissory notes atau surat sanggup bayar.
Pesawat Boeing dengan tanda panggil Indonesia One perdana tiba di bandara Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma pada 10 April 2014. Penerbangan perdana pesawat Kepresidenan 1 adalah pada 5 Mei 2014 saat Presiden SBY bertolak ke Denpasar, Bali, untuk menghadiri konferensi regional Open Government Partnership (OGP) Asia-Pasifik.
Pesawat ini memiliki spesifikasi yang nyaman dan mewah. Terdapat ruangan untuk tidur apabila presiden melakukan perjalanan jauh. Selain itu,dilengkapi dengan 4 VVIP class meeting room, 2 VVIP class state room, 12 executive area, dan 44 staff area. Interior pesawat ini ditaksir senilai USD 17 juta atau sekitar Rp 193 miliar.
Sebelumnya, pembelian pesawat ini dilakukan atas dasar efisiensi anggaran jangka panjang dibanding dengan menyewa pesawat pada Garuda Indonesia. Namun, pembelian pesawat dinilai lebih boros terutama dalam hal perawatan. Pemerintah kini merencanakan pengecatan ulang pesawat kepresidenan tersebut.
sumber : tempo.co