Riaumag.com , Pekanbaru Setidaknya dalam sebulan terakhir, Perhimpunan Pelajar Indonesia yang sedang belajar di the University of Wollongong, Australia, atau dikenal dengan PPIA Wollongng sempat ketar-ketir. Pasalnya, organisasi yang sudah diwariskan secara turun temurun selama belasan tahun ini terancam tak punya pengurus baru lantaran jumlah mahasiswa yang memenuhi persyaratan AD/ART organisasi sangat tidak memadai dan sebagaian besarnya masih tertahan di tanah air tak bisa masuk ke Australia. Pengetatan perbatasan yang diberlakukan pemerintah Australia sejak awal pandemic tahun lalu adalah penyebabnya.
Meski demikian, hal yang unik terjadi dalam Rapat Umum PPIA Wollongong, Sabtu, 25 September 2021. Dilaksanakan melalui Zoom meeting, rapat yang dipimpin oleh Saeful Ahmad Tauladani, dosen Politeknik Perikanan dan Kelautan Bitung yang juga adalah mahasiswa S3 di ANCORS UOW ini dimulai secara mencekam lantaran semua kandidat tidak ada menyanggupi untuk menjadi ketua.
Selaku panitia pemilihan, sekretaris PPIA Wollongong, Lorica Belle Tapiheru, telah menayangkan lima nama yang menjadi kandidat berdasarkan hasil polling. Sayangnya, selain memilih tidak hadir, kandidat yang hadir menyatakan tak bersedia dipilih.
Beruntung sekali, Saeful, selaku pimpinan sidang dengan piawai mencairkan suasana dalam mengatasi kemandegan yang terjadi. Biasanya, Rapat Umum semacam ini hanya menentukan siapa yang menjabat sebagai ketua. Tetapi tahun ini, rapat yang semula sempat terancam tak meraih hasil yang diharapkan ini malah berbelok mendapatkan dua posisi dalam sekali jalan. Diamini oleh enam belas pelajar Indonesia di wilayah New South Wales, Australia, Saeful membawa rapat langsung menentukan satu paket ketua dan wakil ketua, jadi mirip pemilu di tanah air.
Terpilih secara mufakat adalah kandidat doktor bidang geo-antropologi, Anton Ferdianto Wahab, sebagai ketua, dan wakilnya Aniella Vasthi, pelajar di School of Graduate Medicine. Dalam sambutannya, Anton yang pada periode sebelumnya menggawangi Divisi Seni, Olah raga, dan Event menyatakan harapannya agar PPIA Wollongong kelak dapat menawarkan warna baru kepada warganya meskipun jumlah mahasiswa di kampus mereka tinggal belasan saja.
Nurhira Abdul Kadir, ketua PPIA Wollongong periode sebelumnya menyampaikan bahwa kepengurusan yang akan datang perlu menyikapi secara seksama semakin berkurangnya jumlah mahasiswa Indonesia di Wollongong. Kolaborasi dengan berbagai pihak di Australia ataupun di tanah air, kata kandidat doctor dari School of Medicine UOW ini, perlu menjadi salah satu solusi yang dipilih mengingat keterbatasan yang ada. Nurhira menyarankan tetap menjaga kerjasama yang telah ada sebelumnya, seperti dengan FKIK UIN Alauddin Makassar dan Politeknik AUP Serang.
Jumlah mahasiswa Indonesia di Wollongong berkurang drastic dibanding tahun sebelumnya sebab sebagian besar telah lulus dan kembali ke Indonesia. Di sisi lain, penutupan border yang diterapkan oleh pemerintah Australia secara ketat sejak awal pandemic tahun lalu menyebabkan mahasiswa internasional, termasuk yang berasal dari Indonesia, tidak dapat masuk ke Australia. Sebagian memilih melanjutkan studi secara online dari Indonesia sambil menunggu terbukanya perbatasan.
Laporan:
Desak made Lestari,
Divisi Media dan Komunikasi Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia/ PPIA the University of Wollongong, New South Wales, Australia.
(riaumag.com)