Oleh: Dian Oka Putra
Riaumag.com –Dalam beberapa pekan terahir ini kita hebohkan dengan sebuah kasus yang menimbulkan polemik ditanah air yakni pengesahan Peraturan Menteri Pendidikan, Kubadayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud-Ristek) No. 30 Th. 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Hingga permendikbud ini menimbulkan pro dan kontra. Jika dibaca secara umum sepertinya permendikbud ini sangat bagus sebagai upaya pencegahan pelecehan kekerasan seksual dalam perguruan tinggi, beberapa pasal dan klausul memang cukup layak kita terima secara bersama, tapi jika kita melihat lebih jeli lagi ada beberapa frasa didalam klausul yang menimbulkan pertanyaan yang mengherankan.
Adapun pasal-pasal yang menjadi perdebatan antara lain adalah pasal 5 yang dimaknai sebagai legalisasi terhadap seks bebas. Lalu, pasal 1 yang dipermasalahkan karena frasa ‘ketimpangan relasi kuasa’ dianggap mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor. Serta, pasal 3 yang dikritik karena tidak mengandung landasan agama.
Apapun peraturan yang dikelularkan oleh negara ini harus sesuai dan sejalan dengan UUD 1945 yang merupakan undang-undang tertinggi negara. Melihat di pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Artinya adalah keimanan dan ketaqwaan menjadi landasan utama pendidikan di Indonesia.Kita faham bahwa maksud dan tujuan permen ini adalah sebagau upaya pemerintah dalam mencegah kekerasan seksual di kampus yang marak terjadi, namun sayangnya peraturan itu sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila (asusila) yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktek perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis (LGBT).
Selanjutnya ada frasa dalam klausul tersebut yang menjadi sorotan tajam. Kenapa demikan? Karena di dalam permendikbud tersebut dipasal 5 ayat 2 terdapat frasa “Tanpa Persetujuan Korban”. Artinya yang dilarang adalah hubungan seksual yang dipaksakan dan artinya hubungan seksual yang berlandaskan suka sama suka diperbolehkan.
Inilah yang membuka ruang penafsiran dan jalan akan terjadinya hubungan seks bebas dan LGBT berkembang dengan luas . selanjutnya yang memicu kontroversi dan polemik ditengah masyarakat sampai dengan hari ini.
Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, sudah tegas mengeluarkan pernyataannya supaya mencabut Permen tersebut dicabut. Alasannya cukup jelas bahwa permendikbudristek tersebut tidak sesuai dengan iklim perguruan tinggi Muhammadiyah.
Dapat dipahami bahwa di sistem perguruan tinggi Muhammadiyah memiliki matakuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang berkaitan dengan al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) itu juga didukung dengan buku adab Mahasiswa Muhammadiyah, kegiatan Baitul Arqam dan lain-lain itu adalah dalam rangka, agar sistem pendidikan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah itu bebas dari relasi seksual yang haram, yang tidak seperti ajaran Islam tentu juga sama dengan agama-agama yang lain tidak ada yang menyetujui relasi seksual di luar framework rumah tangga atu pernikahan.
Komitmen Muhammadiyah sangat jelas bahwa Islam sudah sangat lengkap mengatur relasi yang bermartabat, relasi yang adil, relasi yang halal antara lawan jenis itu jelas, sangat jelas. Apalagi Al-Isra’ ayat 32 yang mendekati zina saja sudah dilarang apalagi melakukan zina meskipun suka sama suka. Kita mengkritisi dan menolak Permen yang bermasalah dari sisi formil dan materiil tapi tentu saja kita sepakat bahwa dukungan yang kuat dalam mendukung pencegahan seksual dalam kampus harus tetap terlaksana
Senada dengan Muhammadiyah, ijtima’ ulama MUI yang baru dilaksanakan bulan november ini juga telah menyepakati dengan sangat jelas untuk menolak permendikbudristek No.30 tersebut. Agar tidak menimbulkan permasalahan baru yang lebih besar kedepannya Sungguh sangat berbahaya kalau Permendikbud ini tetap dibiarkan. Hubungan seks bebas laki-laki dan perempuan tidak dilegalkan saja sudah luar biasa parahnya, apalagi kalau disahkan sebagai peraturan yang legal.