Riaumag.com , Jakarta Bandung –Menteri BUMN Erick Thohir mengakui penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membutuhkan dukungan APBN. Tanpa itu, proyek yang sudah berjalan 60 persen tersebut bisa jadi tua.
Sebelumnya Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres No. 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Pada Pasal 4 ayat (2) beleid tersebut, disebutkan APBN dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek tersebut.
Aturan tersebut berbeda dengan sebelumnya di Perpres No. 107 Tahun 2015 yang melarang penggunaan APBN dan bahkan tak mengizinkan adanya jaminan pemerintah atas pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Erick Thohir menjelaskan, saat ini struktur pembiayaan proyek kereta cepat sudah diperbaiki. Sehingga bisa meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) dan restrukturisasi, yang awalnya mengandalkan pembiayaan dari mekanisme pasar.© Disediakan oleh Kumparan Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah pejabat terkait meninjau pembangunan tunnel proyek kereta cepat di Bekasi, Jawa Barat, Foto: ANTARA FOTO/HO/Setpres-Kris/wpa/foc.
“Cuma kereta cepat ini enggak mungkin (mekanisme) pasar. Karena ini masih butuh waktu. Ini waktu saya masuk sudah 60 persen lebih. Masak harus berhenti? Ya berarti kalau kita berhenti, uangnya sudah terbakar, semuanya jadi besi tua,” kata Erick Thohir dalam program Kick Andy yang tayang di Metro TV, Ahad (14/11).
Untuk melanjutkan pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyetujui pengucuran PMN dari APBN 2021 sebesar Rp 4,3 triliun melalui PT Kereta Api Indonesia (KAI). Proyeksi kebutuhan dana proyek tersebut, membengkak sekitar Rp 27 triliun dari perhitungan awal.
“Enggak bisa b to b (Business to business). Ini harus ada penugasan dan itu kita presentasi secara terbuka. Tidak ada hengki pengki,” lanjutnya.
Erick Thohir juga menjelaskan tiga faktor yang menyebabkan pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pertama, tertundanya pembebasan lahan yang membuat harganya meningkat; Kedua, harga berbagai bahan baku yang naik; Ketiga, pengerjaan yang tertunda akibat dampak pandemi COVID-19.