Dari Buku Raja Bambang Sutikno
Riaumag.com , Jakarta
Rendah Hati bukanlah Rendah Diri. Orang yang rendah diri tak berani tampil di muka umum, tak sanggup menelorkan ide cemerlang, tak kuasa berargumen dan berdiskusi secara mendalam. Orang yang rendah diri hampir tak ada yang sukses dalam berkarir.
Sebaliknya orang yang rendah hati hampir semua sukses dalam berkarir dan dihormati banyak orang. Bahasanya santun, gayanya berinteraksi dengan empati membuat orang lain gemar bertukar pikiran denganya. Dia menghormati harga diri dan menjaga rasa percaya diri orang lain karena tak mau sampai menyinggung perasaan apa lagi menyakiti hati orang lain.
Bagaimana Sikap Nurani Rendah Hati ?
• Tidak meninggikan diri ketika berbicara, tidak juga merendahkan diri. Berkatalah sebatas yang benar, sebagaimana fakta apa adanya. Mengurangi atau melebih-lebihkan berita dan cerita berarti berbohong dan biasanya demi mengambil keuntungan pribadi secara tidak wajar, bahkan mungkin akan menimbulkan mala petaka. Informasinya menjadi menyesatkan karena analisa serta kesimpulan dari penerima informasi itu sudah tidak faktual.
Betapa banyak kehancuran disebabkan oleh keputusan yang buruk, dan keputusan yang buruk itu terutama disebabkan oleh informasi yang buruk pula. Perkataan meninggi atau merendah dapat menyesatkan.
• Berperasangka baik agar muncul positive energy. Jika behaviour kita curiga dan berperasangka buruk maka negative energy yang muncul. Tubuh manusia mempunyai sinyal, getaran gelombang, aura dan instink. Negative energy yang keluar dari behaviour anda akan mengirim sinyalnya ke sekitar anda dan ditangkap oleh sinyal pada tubuh orang-orang di sekitar anda. Begitu juga dengan sinyal positive energy.
Behaviour yang anda pertontonkan akan mengirim sinyalnya ke sekitar anda dan ditangkap oleh sinyal pada tubuh orang-orang di sekitar anda. Jadi, janganlah berpikiran jahat, jangan ada perasaan sakit hati, jangan pernah ingin membalas dendam karena semua itu hanya akan menghancurkan diri sendiri dan menambah kehancuran umat manusia. Kalah jadi abu menang jadi arang.
Sebaliknya, kerelaan yang mendalam, kemauan memaafkan yang tulus adalah sumber kedamaian. Muhammad tidak pernah memulai perang atas dasar prasangka buruk, apalagi karena melampiaskan dendam. Terbukti, kerendahan hatilah yang mampu menaklukkan semua umat manusia dari berbagai ras di setiap penjuru dunia.
• Hidup bersahaja. Boleh kaya, tangan di atas lebih baik dari pada di bawah, tetapi bukan kaya raya dengan harta hasil jarahan. Bukan berfoya-foya di atas kemiskinan tetangga. Bukan kenyang karena uang haram. Jadilah orang kaya yang berguna bagi banyak orang, yang kaya hati dan lapang dada, berilmu tinggi untuk kemaslahatan umat. Nabi Sulaiman contoh orang kaya yang rendah hati, dengan harta benda yang halal adanya. Masih ada yang dapat diteladani di zaman ini bagaimana kedermawanan yang ditunjukkan Bill Gates, Honda dan lain-lain yang tidak butuh publikasi atas kebersahajaannya.
Pada acara Kick Andy di televisi kita sering menyaksikan wajah-wajah mulia, yang menyiratkan inner beauty, keren prilakunya sekeren isi hatinya, cantik tutur bahasanya secantik tata kramanya. Kerendahan hati seseorang menjadikannya siap hidup bersahaja, menjadi dermawan, mudah bersedekah dan membayar zakat. Lebih baik hidup sederhana dan tentram hingga hari tua dari pada kaya dengan hasil korupsi berada di bawah bayang-bayang meja hijau.
• Berserah diri kepada Tuhan atas hasil yang diperoleh. Ketika anda sudah berusaha secara maksimal, ketika anda sudah mendampingi usaha dengan doa yang khusuk serta ikhlas, terimalah hasil apa adanya. Tuhan Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk anda. Tuhan ketika memberi berpatokan pada apa yang hambanya butuhkan, bukan memberi apa saja yang hambanya minta. Ini kuncinya. Meyakini bahwa Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk anda. Man proposes God disposes. Pengetahuan manusia sangat terbatas, Kekuatan manusia sangat lemah. Hasrat manusia sangat naif. Tuhan Maha Bijaksana. Terimalah dengan rasa syukur apa yang diberikanNYA dan apa yang diambilNYA. Allah akan menambah nikmat atas orang yang bersyukur.
Farid Poniman, Indrawan Nugroho dan Jamil Azzaini menulis dalam bukunya ‘Kubik Leadership’: Kalau pikiran kita dijejali to have, kecenderungannya adalah setiap apa yang kita lakukan harus selalu dibalas dengan materi……. Akhirnya, potensi diri atau valensi kita stagnan dan tidak akan pernah berkembang.
Dalam sebuah risalah dicatat suatu peristiwa di zaman Nabi Muhammad. Ketika itu serombongan kaum Nasrani berhenti melepas lelah di dekat mesjid. Mereka meminta izin untuk melepas lelah dan melakukan ibadah. Tanpa mereka duga ternyata Nabi Muhammad mempersilahkan mereka menggunakan mesjid tersebut untuk tempat beristirahat serta beribadah sesuai dengan agama mereka. Sikap seperti itulah yang meluluhkan hati mereka untuk tunduk kepada Muhammad, untuk mengikuti jejak sang pemimpin yang penuh kasih sayang, lambang kerendahan hati.
Muhammad SAW adalah sosok paling rendah hati dan berjiwa besar. Manusia berduyun-duyun memeluk Islam bukan karena takut, namun karena keagungan hati yang dicontohkan Muhammad. Namun sebagian ummat Muhammad keliru dalam meneladani kerendahan hati beliau. Aneh memang, ada yang merasa sombong disebabkan kuantitas dan kedoyanan mereka mendalami ajaran Islam. Ada yang menganggap enteng, mencibirkan atau mensentimeni sesama pemeluk agama Islam karena kelompok itu dianggap tidak menekuni dan mendalami pengajian agama seperti caranya. Apa lagi terhadap yang non Islam, sepertinya ada kelompok yang berpikir, ”Kalau perlu dibom saja kafir-kafir itu.” Dengan kerendahan hatinya, Rasullulah tidak akan pernah berpikir demikian.
Keangkuhan tidak akan pernah merangkul nurani siapapun. Keangkuhan hanya akan menimbulkan antipati. Kita diberi tahu untuk menyebarkan ajaran agama yang benar, yaitu agama Islam, ”Sampaikanlah walaupun hanya satu ayat.” Jadi, janganlah membuat orang lain sinis dan antipati disebabkan kita memperlihatkan sikap membenci apa lagi memusuhi.
Contoh, janganlah ada lagi yang mengatakan, ”Ah, dasar kafir, usir saja.” Tugas mulia kita bukanlah memerangi ataupun membenci, melainkan memberi pencerahan dan membuktikan kebenaran yang hakiki melalui kerendahan hati. Banyak teladan dari Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Yusuf, Nabi Ibrahim dan juga thamsir dalam kisah para nabi lainnya.
Nabi Yusuf tidak mendendam dan tidak membalas walaupun dia pernah dibuang oleh saudara-saudaranya. Nabi Sulaiman tidak pernah menyombongkan kekayaannya. Di zaman ini, lihatlah Nelson Mandela yang memaafkan mereka yang telah memenjarakannya selama 27 tahun. Belajarlah dari kerendahan hati Mohandas Gandi. Begitu juga Prof. HAMKA. Beliau tampil sebagai imam pada sholat jenazah untuk Soekarno, pada hal rezim Soekarno itu yang menjebloskannya ke dalam penjara.
( Bersambung )
(rbs/riaumag.com)