Proses alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke Pertamina melalui anak perusahaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) tinggal menghitung hari dan diharapkan proses alih kelola dapat tuntas pada tanggal 9 Agustus 2021.
Alih-alih berjalan mulus, proses alih kelola ini mulai menunjukan beberapa hal yang mengkhawatirkan. Tepat pada tanggal 7 Juni 2021 setelah acara Townhall gabungan antara pihak CPI dan PHR, pekerja CPI mendapatkan penawaran kerja (job offering) melalui email.
Dari penelusuran yang dilakukan oleh awak Media online dilapangan, beberapa pekerja yang dihubungi menunjukan rasa kegelisahan dan keresahan setelah mendapatkan konversi kelompok penggajian dari CPI (PSG) ke PHR (PRL) yang sangat berbeda jauh dan terkesan acak dan tidak memiliki metode konversi yang baku.
“Beberapa pekerja mengalami penurunan kelompok penggajian (pay grade) mulai dari 4 hingga 10 tingkat dari skala kelompok penggajian sebelumnya. Kenyataan tersebut sangat berbeda dari beberapa kisah manis alih kelola wilayah kerja blok lain seperti PHM maupun PHKT”, ujar salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya, Rabu (09/06/2021).
Keresahaan pegawai yang akan melakukan alih kelola tentu saja akan memberikan dampak buruk baik demotivasi, ketidak fokusan dalam bekerja hingga potensi kegagalan pengenalan bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Dampak terbesarnya adalah penurunan produksi minyak nasional dalam beberapa waktu kedepan.
“Ketidaksiapan PHR dalam proses alih kelola ini juga tampak dalam kemampuan sistem informasi teknologi yang digunakan untuk pengumpulan informasi dan dokumen pekerja yang akan melakukan alih kelola dimana beberapa kali terjadi kegagalan fungsi dari server yang digunakan ( server down). Beberapa pekerja juga tampak tidak dapat mengakses masuk kedalam dashboard website ataupun tidak dapat mengunggah dokumen dan informasi yang diperlukan”, pungkasnya.
Lebih lanjut dia menilai, PHR gagap dengan infrastruktur untuk proses alih kelola lebih dari 2700 pegawai ex CPI yang akan bergabung dengan PHR. Padahal Blok Rokan merupakan Blok Terminasi terbesar dalam sejarah Pertamina baik dari sisi Wilayah Kerja, jumlah tenaga kerja serta hasil Produksi Minyak yang merupakan penyumbang 25% dari total Produksi Minyak Indonesia.
“Alih kelola blok Rokan adalah alih kelola terbesar atas blok terminasi yang pernah dilakukan Pertamina tetapi tampaknya Pertamina tidak siap dengan proses alih kelola ini dan ini tentu saja bertentangan dengan pernyataan Direktur Utama Pertamina (persero) Nicke Widyawati yang disampaikan dalam beberapa kesempatan”, tegasnya.
Sumber: Seputarriau.com