Pekanbaru, 13 Agustustus 2021
Oleh : Dian Oka Putra
Bulan agustus selalu menjadi bulan yang spesial untuk seluruh rakyat Indonesia dimana kemerdekaan negara Indonesia secara resmi di dapat pada bulan agustus tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia secara de facto melepaskan diri dari penjajahan bangsa asing. Kini tidak terasa sudah lebih 76 tahun Indonesia merdeka, usia tersebut jika di persepsikan sebagai seorang manusia maka Indonesia sudah cukup lansia untuk menikmati hidupnya yang lama, hari-hari sudah dalam waktu menikmati masa-masa pensiun dengan segudang aktivitas santai bersama keluarga dan bermain bersama cucu-cucu tercinta yang memupuk kembali semangat kehidupan. Dan tahun ini kita mengawali bulan agustus dengan rasa sangat membucah penuh kebanggan dari seluruh masyarakat Indonesia diseluruh penjuru negeri. Yakni sebuah hadiah terindah dari ganda putri Greysia Polli/Rahayu Aprianing seolah menjadi kado istimewa kemerdekaan untuk semua bangsa indonesia. Maka bersuka cita atas pencapaian medali emas pertama dalam olimpiade tokyo sepertinya bisa menjadi penghibur lara atas pandemi yang tak kunjung reda, apalah dikata ketika kita semaraknya kemerdekaan selalu di lalui dengan aktivitas-aktivitas perlombaan yang menggembirakan dengan seluruh lapisan masyarakat seperti panjat pinang, makan kerupuk dan pacu karung dll menjadi hal yang sangat di nanti-nanti oleh seluruh lapisan masyarakat, namun pandemi yang sudah masuk pada tahun kedua ini aktivitas masyarakat yang ingin bersukacita dalam perayaan kemerdekaan Indonesia harus menahan diri dengan tetap mengikuti protokol kesehatan dengan tetap patuh terhadap kebijakan pemerintah untuk menekan angka penyebaran COVID-19. Apapun keadaanya saat ini tentu patut selalu kita syukuri dan menikmati prosesnya
Momentum kemerdekan ini ternyata bertepatan dengan hadirnya tahun baru Islam 1 Muharram 1443 H yang juga bersaman dengan tanggal 10 Agustus 2021.Menyambut Muharram dan Agustus tentu dengan rasa syukur kepada Allah Swt karena telah menganugerahkan kemuliaan Islam dan kemerdekaan Indonesia, masyarakat Indonesia dengan penduduk muslim terbanyak di dunia ini selalu membumi dalam ibadah dan kepatuhan terhadap perintah agama sebagai bukti masyarakat yang memegang teguh sila pertama dalam pancasila. Dalam sejarahnya kemerdekaan bangsa Indonesia didapat dari hasil perjuangan ulama-ulama terdahulu yang berkomitmen terhadap kemerdekaan negeri ini, kemerdekaan ini dibayar oleh darah dan keringat para ulama dan santri yang turun memegang senjata melawan penjajah demi merdeka yang artinya bebas dari perbudakan yang diharamkan Islam, berdiri sendiri dengan semangat kemerdekaan dari penjajah tersebut dikumandangkan oleh para founding father yang bertepatan pada tanggal 09 Ramadhan 1334 H pukul 10.00 WIB di rumah Ir.Soekarno jalan pengangsaan timur No.56 Jakarta. Tentu saja Ir.Soekarno, Mohammad Hatta dkk sedang melaksanakan ibadah puasa pada waktu itu.
Kini telah 76 tahun Indonesia merdeka semangat kemerdekaan tetap menggelora di sanubari masyarakat Indonesia meski masih dalam kondisi pandemic covid-19. Tahun ini 17 Agustus 2021 bertepatan dengan 08 Muharram 1443 H. Sejarah 1 Muharram tahun baru Islam, awalnya ditandai dengan peristiwa besar berupa peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Hal tersebut menjadikan landasan khalifah Umar Bin Khattab untuk menjadikan momentum hijrahnya Rasulullah SAW sebagai awal mula penanggalan kalender Hijriyah. Dan bulan pertama di pananggalan hijriyah di sebut dengan bulan Muharram yang secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan, yaitu bulan yang di dalamnya orang-orang Arab diharamkan melakukan peperangan. Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki makna yang dalam dan sejarah yang panjang. Diantara kelebihan bulam Muharram terletak pada hari ‘asyura’ atau hari kesepuluh pada bulan Muharram yang memiliki berbagai macam keistimewaan dan di hari tersebut di sunnah kan untuk berpuasa. Banyak pelajaran yang terkandung dalam peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW, hijrah dimaknai sebagai perjuangan untuk lepas dari segala ketertindasan, kezaliman atas perilaku kaum Quraish yang memusuhi dan menindas nabi dan umat Islam. ketika momentum kemerdekaan Indonesia berbarengan dengan momentum Muharram maka ada banyak hal tentunya yang bisa kita jadikan pelajaran untuk menatap masa depan yang lebih baik lagi untuk negeri ini. Sejarah panjang negeri ini harus di ambil hikmah yang cukup dalam untuk hijrah dalam semangat kemerdekaan yang lebih baik yang berjalan sesuai rencana. Perjuangan kemerdekaan ditandai dengan dimulainya semangat persatuan, maka Muharram menjadi awal untuk hijrahnya bangsa Indonesia dari zaman penjajahan menuju zaman kemerdekaan. Sekilas indonesia memang sudah merdeka, dimulainya Hijrah Rasulullah SAW me madinah menandai dimulainya tahun baru hijriyah, maka sudah selayaknya kita juga harus hijrah dalam peradaban yang lebih baik dari saat ini. karena sudah tidak ada lagi negara lain yang menjajah. Namun, bukan suatu hal yang mustahil jika penjajah tersebut sudah menjadi bagian dari indonesia saat ini. Membuka diri dalam pemikiran yang baru sebuah apresiasi yang besar untuk menuntaskan kemerdekaan, masih teringat dalam torehan sejarah emas ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah pribumi sebagai upaya mengakhiri penjajahan dengan mencerdaskan anak bangsa dan Muhammadiyah pun lahir sebagai bukti semangat menyongsong kemerdekaan, Dan tak kalah hebatnya bagaimana heroiknya KH.Hasyim Asyari dengan lantang mengumandangkan Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air Sebagian dari Imam) yang kini menjadi salah satu lirik Subbanul Wathon yang mars Nahdatul Ulama yang membuat puluhan ribu santri beliau terbakar semangatnya keluar dari pondok-pondok pesantren dan bergabung di medan perang bersama para pejuang untuk memperjuangkan kemerdekaan negeri ini. Pekikan takbir Bung Tomo di stasiun radio masih terngiang jelas hingga saat ini menjadi legitimasi rakyat surabaya bahwa mempertahankan kemerdekaan harus dibayar lunas dengan tenggelamnya surabaya dalam Lautan api pada tanggal 10 November 1945. Sibuknya Sudirman kala itu harus meninggalkan profesinya sebagai seorang guru sekolah Muhammadiyah yang harus keluar masuk hutan demi menyampaikan pesan bahwa Indonesia tak akan tunduk pada penjajah meski paru-paru sang jendral besar tinggal setengah tergopoh-gopoh dengan tandu dalam jiwa sang kesatria. Bagaimana kalapnya belanda ketika itu dengan pangeran diponegoro yang empat tahun lamanya menguras biaya perang dan hampir membuat VOC bangkrut. Tidak kalah dermawannya Sultan Syarif Kasim II sang penguasa tanah melayu yang ikhlas menyumbangkan hartanyan 13 juta gulden (Rp.1000 Triliun) bukanlah pepesan kosong yang disangka prank, namun sebuah bentuk keseriusan sang sultan yang ingin kerajaan siak menjadi bagian dari wilayah NKRI dengan memodali negara yang pada waktu itu tak Ada uang kas. Bagaimana rakyat serambi mekah Aceh patungan membeli pesawat perang untuk Indonesia sebagai pembuktian mash Ada para prajurit samudera pasai yang berhimpun dalam barisan pejuang Indonesia. Semua sejarah tersebut terukir jelas dalam tinta emas perjuangan menentang perbudakan, dengan harapan hijrah menuju kemakmuran dan kemerdekaan. Peristiwa-peristiwa di atas menunjukkan bahwa hijrah adalah strategi menuju kemerdekaan insani seutuhnya, baik dalam kehidupan beragama, bersosial, maupun berpolitik. Fitrah manusia adalah kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri, tentu saja dalam koridor kemaslahatan.
Maka semangat kemerdekaan harus dibayar lunas tahun ini dengan momentum muharram sebagai langkah awal hijrahnya kita menuju semangat konstanz yang berkemajuan. Bukan lagi perang head to head yang harus di siagakan , bukan lagi peperangan yang aktual yang berlumur darah denganmengangkat senjata mengusir penjajah, namun cerita semangat para ulama para pejuang muslim tersebut harus bertransformasi dalam sebuah lingkaran masyarakat yang berkeadaban dan berkemajuan sesuai dengan pancasila, tak lagi mempersoalkan jenis kulit ,suku dan ras, namun membumi dalam kerendahan hati yang menerima setiap perbedaan.Kehidupan berbangsa dan bernegara sudah mengalami banyak perubahan sejak indonesia berhasil menyatakan kemerdekaannya. Saat ini warga negara indonesia bisa hidup dengan rasa aman jauh dari todongan senjata dan peperangan. Namun, apakah indonesia sudah benar-benar merdeka di segala aspek? Apakah indonesia memang sudah terbebas dari perang dan todongan senjata? Jawabannya adalah dari hasil kerja-kerja kita semua.
Kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah bagaimana perbedaan pandangan antara golongan muda yang dipimpin Sutan Sjahrir dan golongan tua yang dipimpin Soekarno-Hatta. Namun perbedaan tersebut nyatanya bisa di toleransi dan keduanya bisa saling mengerti. Alhasil kesepakatan pun bisa tercapai dan teks proklamasi bisa diselesaikan dan kemerdekaanpun dapat diproklamasikan. Peristiwa itulah yang kemudian kita peringati setiap tanggal 17 Agustus sebagai hari kemerdekaan. Selain itu, perbedaan juga sempat terjadi antara panitia Sembilan dan PPKI ketika pembahasan sila pertama pancasila. Demi mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, kalimat “ketuhanan dengan menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya” diganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Bagaimana sedihnya Ki Bagus Hadikusumo pada waktu itu ketika piagam jakarta di mentahkan namun beliau tetap berlapang dada demi semangat persatuan
Mengenang para pahlawan pejuang kemerdekaan di bulan Agustus dan mengkaji perjalanan hijrah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebagai langkah awal kemenangan untuk memulai perubahan peradaban islam di tanah Arab dan seluruh penjuru bumi. Hijrah yang dilakukan untuk konteks sekarang adalah bagaimana membangun semangat hal positif di masyarakat. Dari saling curiga akibat perbedaan pandangan politik menjadi saling percaya dan membangun kerjasama. Bahkan bulan Muharam adalah salah satu bulan dari empat bulan haram (Zdulqa’dah, Dzulhijjah, Muaharam dan Rajab) bulan dilarang melakukan peperangan. Maka di bulan Muharam hendaknya kita semua menyebarluaskan semangat perdamaian. Tidak ada ruang untuk saling menyebar fitnah kepada lawan politik hanya untuk meraih kekuasaan dan memenangi persaingan. Dua moment ini mejadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkemajuan dengan tetap merawat perdamaian di tengah kemajemukan yang ada. Menjadi bangsa yang mengedepankan semangat perubahan, kebaiakan seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Comments 1