Riaumag.com –Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyambut baik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan Undang-Undang (UU) tentang Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on Electronic Commerce/AAEC) menjadi undang-undang. Keberadaan UU tersebut diharapkan semakin memperkuat perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dalam negeri sekaligus memperluasnya ke pasar ASEAN.
“Prioritas utama yang perlu difokuskan adalah menjadikan Persetujuan PMSE se-ASEAN ini sebagai alat untuk mendorong kinerja perekonomian Indonesia dan penyesuaian kebijakan di dalam negeri, agar dapat mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 melalui pemanfaatan teknologi digital, khususnya melalui PMSE,” kata Lutfi dalam keterangan resminya, Selasa (7/9).
Diketahui, DPR RI telah mengetok palu dan mengesahkan RUU tersebut menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (7/9).
Implementasi Persetujuan AAEC diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk membantu Indonesia dalam mendorong pemulihan ekonomi pasca-COVID-19. Hal itu dapat diwujudkan lewat peningkatan nilai perdagangan barang dan jasa melalui pemanfataan PMSE bagi peningkatan daya saing pelaku usaha dalam negeri khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Juga, penciptaan solusi bagi UMKM Nasional untuk dapat berpartisipasi dalam rantai nilai global.
Lutfi juga berharap, AAEC bisa memfasilitasi transaksi perdagangan antarwilayah ASEAN, mendorong penciptaan lingkungan yang kondusif dalam penggunaan PMSE. UU tersebut juga diharapkan bisa meningkatkan kerja sama antarnegara anggota ASEAN.
Dengan demikian negara-negara ASEAN bisa mengembangkan dan mendorong pemanfaatan niaga elektronik (e-commerce) agar menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan mengurangi kesenjangan di ASEAN.
Berbagai manfaat ini diharapkan juga akan membantu proses transformasi Indonesia menjadi ekonomi digital yang maju dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan umum.
“Dengan telah disahkannya RUU tersebut menjadi Undang-Undang, DPR bersama pemerintah telah membentuk payung hukum kerja sama pada sektor niaga elektronik antarpemerintahan di ASEAN untuk meningkatkan nilai perdagangan barang dan jasa, meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam negeri, dan memperluas kerja sama melalui pemanfaatan niaga elektronik di ASEAN,” kata Mantan Dubes RI untuk Jepang tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal menyampaikan agar setelah UU AAEC ini disahkan, pemerintah diharap segera menyusun program kerja nasional jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mempersiapkan Indonesia, khususnya sektor UMKM, agar dapat memanfaatkan PMSE.
Selain itu, pemerintah juga diharap dapat terus menyosialisasikan persetujuan AAEC kepada pelaku usaha dan pemangku kepentingan agar pemanfaatan persetujuan tersebut semakin maksimal.
Sebagai informasi, AAEC merupakan persetujuan dagang pertama Indonesia yang mengatur PMSE dengan negaranegara di Asia Tenggara. Perundingan AAEC dimulai pada awal 2017, kemudian ditandatangani oleh para Menteri Ekonomi ASEAN pada 22 Januari 2019 di Hanoi, Vietnam.
Persetujuan AAEC terdiri atas 19 pasal yang secara garis besar mencakup beberapa ketentuan kerangka kerja sama di sejumlah sektor utama.
Tujuan AAEC adalah mempersempit kesenjangan pembangunan niaga elektronik di antara negara-negara ASEAN. Sektor utama tersebut di antaranya adalah infrastruktur teknologi dan informasi, kompetensi pendidikan dan teknologi, perlindungan terhadap konsumen daring, keamanan transaksi elektronik, pembayaran elektronik, fasilitasi perdagangan, hak atas kekayaan intelektual (HKI), persaingan usaha, dan keamanan siber.
Saat ini, kontribusi PMSE mencapai 7% dari total produk domestik bruto di ASEAN. Pertumbuhan niaga elektronik di ASEAN diperkirakan tumbuh menjadi sebesar US$ 200 miliar pada 2025. Selama periode 2015–2019, niaga elektronik di ASEAN telah tumbuh hingga tujuh kali lipat dari US$ 5,5 miliar pada 2015 menjadi US$ 38 miliar pada 2019.
Sementara itu, nilai transaksi niaga elektronik Indonesia pada 2021 diperkirakan akan mencapai Rp 354,3 triliun atau meningkat sebesar 33,11% per tahun dibandingkan tahun 2020 yang hanya mencapai Rp 266,2 triliun.
Dari sisi volume transaksi juga terdapat peningkatan signifikan yaitu tumbuh 68,34% per tahun. Pada 2021, diprediksi volume transaksi mencapai 1,3 miliar transaksi atau naik sebesar 38,17% per tahun dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 925 juta transaksi.