Dari Buku Raja Bambang Sutikno
Riaumag.com , Jakarta
Merumuskan arti atau makna jiwa berkelimpahan memang tidak mudah. Memiliki uang bejibun dan harta benda berlimpah memang itu nampaknya kelimpahan materi namun itu tidak otomatis berarti seseorang memiliki jiwa berkelimpahan, bahkan terkadang kelimpahan materi malah menyebabkan dia terkena penyakit pelit medit kedekit. Jiwa berkelimpahan hadir dalam diri spiritual person. Jiwa berkelimpahan memiliki kepedulian yang mendalam terhadap masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup sehingga dia rela memberikan waktu, pikiran, tenaga dan hartanya untuk mengatasi masalah itu.
Jiwa berkelimpahan dalam kehidupan manusia sebenarnya sudah dimiliki setiap orang sejak dilahirkan, built-in within the soul. Sosok berkelimpahan harus memupuk sekaligus merasakan getaran positif dalam dirinya untuk menyuburkan jiwa dimaksud. Getaran positif yang disinkronkan dengan tuntunan Allah dan Rasululullah akan menggerakkan alam semesta untuk mendukung kesuksesan, kebahagiaan, keberkahan dan kemuliaan dalam berkelimpahan hidup orang tersebut. Ketika perasaan dan pikiran seseorang menyatu dalam getaran positif maka secara otomatis dia merasakan keberkahan itu.
Banyak anggota masyarakat, mulai dari para ibu sampai para professional, yang mengeluh atas kondisi keuangan mereka. Sejumlah kepala keluarga berangkat ke tempat kerja dengan hati kesal dan wajah murung karena menganggap gaji yang mereka dapatkan tak memadai untuk menghidupi anak-anak, bahkan merasa gajinya di bawah gaji teman sekerja. Akibatnya semangat kerja mereka mengendor sehingga otomatis getaran-getaran negatif menyusupi cara kerja mereka. Maka akibatnya, sedikit saja mereka mengalami masalah atau kesalahan dalam bekerja, mereka mulai memarahi diri sendiri atau mencari kambing hitam.
Getaran-getaran negatif menimbulkan dan mengeluarkan negative energy dari dalam diri mereka. Maka efeknya adalah kekesalan demi kekesalan semakin menyesakkan dada, apes demi apes akan datang bertubi-tubi sehingga mereka tak lagi memiliki spirit berkelimpahan disebabkan oleh getaran negatif yang terus saja terpancar dari diri mereka. Hukum-alamnya, alam sekitar menangkap frekwensi itu kemudian membalikkan/mengembalikan getaran negatif pula kepada mereka, sehingga semakin runyamlah interaksi itu.
Sebaliknya mereka yang mempunyai dan merefleksikan getaran positif menyadari bahwa bekerja dengan gaji kecil merupakan proses dalam perjalanan menuju penghasilan lebih besar. Semua yang banyak dimulai dari yang sedikit. Walaupun gajinya masih rendah, mereka tetap memancarkan sinyal getaran positif sehingga dirinya mengeluarkan positive energy. Hukum-alamnya, alam sekitar menangkap frekwensi itu kemudian membalikkan/mengembalikan getaran positif pula kepada si pengirim. Oleh sebab itu, kita menemukan banyak orang kaya raya yang berkelimpahan yang pada awalnya hidup dengan penghasilan yang tak seberapa. Dengan memperkuat frekwensi getaran positif, mereka berhasil mencapai tingkat penghasilan yang berlimpah ruah. Dan mereka semakin menyadari pentingnya jiwa berkelimpahan.
TIDAK ADA YANG ABADI
Kita sungguh sangat berharap hadirlah lebih banyak pemimpin berjiwa pengabdian, berkelmpahan, bukan berorientasi keuntungan pribadi di bumi pertiwi ini. Seiring dengan berjalannya waktu, rakyat Indonesia akan menjadi saksi apakah mereka yang saat ini dielu-elukan sebagai pemimpin yang pro rakyat, suka blusukan dan bersih dari korupsi akan tetap dielu-elukan sampai masa pensiun dan hari tua mereka, ataukah tiba-tiba terjerat pula kasus yang mencoreng nama baiknya.
Kita perlu menciptakan sistem pemilihan yang memungkinkan munculnya para pembela rakyat yang memiliki jiwa berkelimpahan. Jangan sampai calon-calon yang hobi KKN mendapatkan kursi pemimpin sementara anak bangsa yang berdedikasi tinggi tidak diberi jalan.
Beberapa Gubernur, Walikota, Bupati serta sejumlah Anggota Dewan terbukti berbuat korupsi, dan masih banyak yang belum terbukti. Saya sungguh terheran-heran kenapa rakyat banyak memilih mereka para koruptor itu. Kenyataannya begitu mudah masyarakat dibohongi. Jadi, korupsinya para pejabat yang koruptor karena rakyatnya mau dibohongi. Kualitas pemimpin yang dipilih adalah cerminan para pemilih. Ada sebagian Gubernur, Walikota, Bupati yang bersih dari kasus korupsi, namun reputasi dan nama baik mereka ditenggelamkan oleh hiruk-pikuk perbuatan minus para koruptor.
Di negara kita ini ada pihak yang mempersiapkan Rumah Sakit untuk para Caleg yang stress karena kalah dalam Pemilihan. Dan kini sudah mulai banyak pasiennya, sedangkan sebagian Caleg yang kalah lari ke pesantren. Astaga. Di negara mana di dunia ini ada calon Bupati yang kalah menjadi sakit jiwa berkeliling kampung dengan bertelanjang dada, dan juga ada CALEG yang kalah kemudian menggantung diri, dan ada yang stress berat karena mereka gagal menghimpun suara?
Karena gagal memperoleh kursi legislatif, ada CALEG yang menwarkan satu ginjalnya Rp.420.000.000,- untuk pembayar hutang. Ada pula yang menarik Genset bantuan mereka untuk masyarakat, atau ada yang menutup jalan umum karena menganggap jalan itu dibuat oleh kakeknya, bahkan ada yang menyetop aliran air untuk warga dimana sumber mata air berasal dari tanah keluarganya. Jiwa yang berkelimpahan pada spiritual person tak kan pernah berbuat sperti itu.
Berapa banyak para pejabat yang membeli titel agar kelihatan keren? Suatu hari kira-kira tahun 2000 teman saya menyarankan agar di depan nama saya di pajang titel Doktor atau Ph.D. ”Prosesnya sekitar 2 atau 3 bulan, biayanya Rp. 15 juta untuk wisuda di Jakarta, atau Rp. 25 juta untuk wisuda di Singapura”. Dia juga bercerita tentang harga titel S1, dan S2. Bahkan katanya ada calon presiden yang sudah membeli gelar S3 dari institusinya. Ah, mosok sih? Kartu nama teman itu saya buang saja karena di depan dan di belakang namanya berjumlah 6 titel, dan pekerjaannya menjual titel.
Memang dibutuhkan keikhlasan untuk dapat menerima kenyataan. Tidak perlu menyesali yang sudah terjadi namun perlu bertobat atas hal-hal buruk yang pernah diperbuat. Dibalik setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Bagaimana kita akan mengambil hikmah dari peristiwa pelantikan Anggota DPR dengan dana sekian miliar? Baru akan mulai bekerja sudah diprotes rakyat. Berjanji mau mikirin nasib rakyat yang mayoritas miskin tetapi dimulai dari hotel paling mewah. Kapan akan bertobat? Kita sungguh terharu ketika disuguhkan tayangan di televisi, di video, tentang manusia biasa, rakyat kecil, yang sudah membuktikan dirinya sanggup mengemban peran pengabdian itu
Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang banyak, begitu agama mengajarkan. Namun, ada koruptor yang saya tahu, dan juga yang anda tahu lebih banyak disana, yang sudah mengumpulkan uang ratusan miliar, atau triliunan rupiah di tabungan pribadinya, tabungan istrinya dan anak-anaknya serta dalam bank di luar negeri. Mereka sudah membeli beberapa mobil super mewah, rumah gedong, apartemen mewah, perkebunan, bahkan beberapa kavling tanah kosong yang dibiarkan menganggur. Emas istrinya aduhai. Mobilnya dan mobil wanita simpanannya keren.
Mereka didakwa melakukan pencucian uang dengan berbagai cara, termasuk dengan memelihara atau menanamnya pada beberapa proyek bersama artis dan wanita molek lainnya. Mungkin itu bentuk berkelimpahan yang negatif, salah kaprah. Kenapa uangnya tidak dipakai di jalan yang halal, digunakan untuk beramal? Sekarang berapa orang anak asuhnya? Berapa orang anak yatim piatu yang dibiayainya? Apa pedulinya terhadap anak jalanan? Bukankah kekayaannya dapat membantu biaya rumah sakit untuk rakyat miskin? Dasar rakus, mata dan hati mereka telah tertutup sehingga tak mampu melihat jalan di jalur spiritual quotient.
Saya melihat kehidupan seorang sahabat. Dia hanya berdua dengan istrinya, plus beberapa orang pembantu, di rumahnya. Anaknya 2 orang, kuliah di Amerika. Dia tidak mempunyai anak asuh dan tidak tertarik membiayai kebutuhan hidup orang fakir, anak yatim, maupun anak jalanan. Uangnya bejibun, hidupnya bergelimang kemewahan dan sering bertamasya ke berbagai pantai serta gunung berbaur dengan turis manca negara. Dia baru saja memasuki masa pensiun dari PNS dengan uang tabungan dan deposito yang aduhai.
Dia pernah berujar kepada saya, “Bagi saya yang penting, kalau sudah pensiun, lima kali seminggu main golf.”
Main golf tidak salah, bahkan baik sebagai olah raga untuk kesehatan. Namun saya tak mendengar dan tak melihat aktivitasnya di bidang keagamaan, misalnya beramal untuk kebaikan orang banyak. Itulah contoh kehidupan dari orang yang selfish, menutup dirinya dari falsafah ‘berguna bagi masyarakat luas”. Berapa pun banyak hartanya, pintu hatinya tidak terbuka untuk hidup bersahaja dan berbagi dengan sesama manusia. Sungguh, untuk membuktikan jiwa yang berkelimpahan tidak perlu menunggu menjadi orang kaya.
Saya kenal seorang pengusaha ‘sukses’ dengan beberapa perusahaan/pabrik yang mempekerjakan tidak kurang dari 6000 buruh. Hidupnya serba berkecukupan, memiliki beberapa rumah mewah, beberapa mobil mewah, anak-anaknya bersekolah di luar negeri. Bagaimana tanggungjawabnya terhadap karyawannya? Gaji mereka UMK saja. Fasilitas kantin minim saja dimana banyak tikus berkeliaran. Porsi dan rasa nasi dalam catering asal ada nasi dan teman nasi buat melewati kerongkongan. Perlindungan kesehatan karyawan dan keselamatan kerja di bawah standard yang ditetapkan DEPNAKER/DISNAKER.
Jika ada karyawan yang memprotes kebijaksanaan perusahaan yang tidak bijak, maka dipecatnya. Jam kerja normal plus lembur sampai 70 jam atau lebih dalam seminggu sudah lumrah di pabriknya. Buruhnya kalau ditanya apakah mengerti rumus mengitung upah lembur, tidak ada yang tahu, kecuali petugas payroll yang masih kerabatnya. Sampai disitulah tanggungjawabnya sebagai pemimpin, yang jauh dan masih sangat jauh dari kepemimpinan yang mengemban The Power of 4Q.
Setiap orang ingin dihormati. Tidak ada orang yang tidak butuh penghormatan. Suami ingin dihormati isteri dan begitu juga sebaliknya. Kakak ingin dihormati adik dan begitu juga sebaliknya. Orang tua ingin dihormati anak dan begitu juga sebaliknya. Bos ingin dihormati karyawan dan begitu juga sebaliknya. Namun banyak pihak yang melupakan itu.
Ingin saya mengungkapkan suatu pengalaman. Bayangkanlah, suatu hari sekian tahun yang lalu, seorang Direktur mengeluhkan para karyawannya kurang sopan-santun kepadanya. Tidak hormat kepada pimpinan. “Papasan dengan saya, acuh beibe, tidak memberi salam, cengengas-cengenges, meleng aja”.
Sebagai orang yang dimintai pendapat, setelah mendengar keluhannya itu secara seksama, kemudian saya berujar, “Saya maklum bagaimana perasaan bapak dikala itu terjadi. Permisi, saya mau bertanya kepada bapak. Apakah bapak menyapa mereka dengan memberi mereka ucapan atau salam?”. Sang Direktur terdiam sejenak.
Sadarkah dia bahwa pimpinan harus memberi contoh yang baik yang dapat ditiru anak buah? Dia berharap karyawannya hormat kepadanya, namun dia tidak merasa perlu menunjukkan ‘model’ bagaimana sikap saling menghormati. Falsafah kakek nenek kita mengatakan ’hormatilah orang lain agar kamu dihormati’. Stephen Covey menulis ’understand first then to be understood’. Jangan dijungkir balikkan falsafah itu.
Dalam kitab suci tertera hukum, ketentuan dan petunjuk yang universal lagi abadi. Manusia tidak perlu mengeluh, namun harus selalu bersyukur. Semua harus diterima secara ikhlas karena semuanya datang dengan ketentuan, hukum alam, kehendak Tuhan pencipta semesta dengan segala keteraturan hukum alam. Orang yang suka dan banyak senyum disenangi banyak orang serta mudah memperoleh teman. Orang yang suka marah dan menyalahkan orang lain dijauhi masyarakatnya, berkurang rezekinya. Orang yang jujur dipercaya, orang yang korupsi dipenjarakan.
Musibah apa saja yang menimpa manusia pastilah disebabkan oleh perbuatannya. Tuhan Mahapengasih karena itu apa pun nikmat yang kita peroleh datangnya dari Yang Mahapenyayang, dan apa pun bencana yang menimpa kita sesungguhnya itu dari prilaku kita senddiri.
Untuk mampu mewujudkan pribadi yang berkelimpahan, manusia harus mampu menerima kenyataan bahwa manusia memiliki kelemahan sehingga dengan begini manusia tetap percaya dengan takdir yang datang dari Tuhan. Kelemahan hakiki manusia adalah:
- Manusia tidak abadi, tidak dapat menembus dimensi ruang dan waktu. Tidak mampu mmemastikan secara persis apa yang akan terjadi besok, bahkan walau sedetik lagi. Tidak sanggup melawan rezim waktu, apalagi membalikkan waktu. Bahkan walaupun terjadi kiamat, bumi luluh-lantak, manusia punah, Tuhan tetap ada dan abadi.
- Manusia tidak sanggup mencegah perubahan yang berlanjut terus menerus, bahkan dirinya sendiri terus berubah baik dalam kesadarannya maupun tanpa disadarinya, baik terhadap apa yang disetujuinya maupun yang ditolaknya. Bahkan kehidupannya diawali oleh ketidak-tahuannya dan tanpa disadarinya. Yang tidak berubah hanya perubahan itu sendiri dan tentunya Sang Mahapencipta.
- Manusia tidak mampu memastikan dengan tepat apa hasil usaha dan jerih payahnya. Tugas manusia berikhtiar, Tuhan yang menentukan. Jadi, ilmu manusia hanya sedikit dan yang diketahuinya hanyalah fenomena duniawi. Bahkan hanya 5 – 10% dari gen kita yang aktif berfungsi pada suatu periode, sedangkan 90% lagi tidak ada yang tahu bagaimana, walau profesor ahli genetika sekali pun. Ahli genetika menggunakan istilah nyala untuk gen yang sedang aktif dan padam untuk gen yang sedang tidak aktif. Bagaimana tubuh manusia mengatur dan menghasilkan schedules nyala–padam itu, dan bagaimana perannya atas kesuksesan atau kegagalan seseorang, walahualam.
Manusia adalah khalifah, pemimpin, di muka bumi. Pemimpin yang berkelimpahan adalah pemimpin yang siap di depan dan siap di belakang, siap di atas juga siap di bawah, Pemimpin harus berjiwa besar, atau kata teman kita sang Motivator, Mario Teguh, pemimpin itu sifatnya panjang. Sungguh hebat ungkapan tersebut. Kalau boleh saya mempunyai definisi begini: pemimpin itu sifatnya panjang dan tinggi, dalam arti dia mampu berada pada posisi vertical dan horizontal. Dia sanggup berada di depan ketika dibutuhkan, dia sanggup berada di belakang ketika diperlukan. Dia siap berada di puncak dan siap berada di bawah bilamana situasi dan kondisi menghendakinya. Sudah begitukah Gubernur dan Walikota anda, atau para pemimpin kita yang lain?
Manusia yang memiliki jiwa berkelimpahan tidak pernah angkuh, tidak perlu melagak-lagakkan kekayaannya, tidak pernah memamerkan titelnya, tidak merasa pantas meyombongkan keturunannya. Berkelimpahan berarti juga penuh kesabaran. Tangguh menghadapi cobaan, tangguh melawan kezoliman, tangguh mencerna kesemrawutan. Spiritnya tak pernah redup menghadapi kegelapan karena dia yakin habis gelap terbitlah terang, malam akan digantikan oleh siang, kehidupan ini bak bumi yang berputar. Segala sesuatu ada waktunya, tinggal bagaimana kesabaran kita menanti datangnya waktu itu.
(Bersambung )
(rbs/riaumag.com)