Jokowi Stop Ekspor Minyak Goreng per 28 April 2022, Ini Alasannya Presiden Joko Widodo mengatakan alasan pemerintah menerapkan kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO, demi menjamin ketersediaan minyak goreng di dalam negeri.
- Kasus Korupsi Izin Ekspor CPO, Kejagung Periksa 30 Saksi
Riaumag.com —-Persoalan minyak goreng (migor) yang tak kunjung selesai mendorong pemerintah mengambil kebijakan baru. Kemarin (22/4) Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor migor dan bahan bakunya.
Keputusan itu diambil setelah Jokowi mengadakan rapat terkait dengan kebutuhan bahan pokok. Aturan tersebut mulai berlaku minggu depan, tepatnya pada 28 April. Dia menegaskan, kebijakan itu belum ditentukan kapan berakhirnya.
Selain itu, Jokowi berkomitmen mengawasi penerapan kebijakan tersebut. Pihaknya berkomitmen akan mengevaluasi kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya. ”Agar ketersediaan minyak goreng dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” katanya.
Menanggapi kebijakan pelarangan ekspor migor, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, pemerintah sejatinya tak perlu mengambil kebijakan stop ekspor.
Menurut Bhima, kebijakan itu bukanlah solusi tepat pada persoalan yang terjadi. ”Ini kebijakan yang mengulang kesalahan stop ekspor mendadak komoditas batu bara pada Januari 2022. Yang seharusnya dilakukan cukup kembalikan kebijakan DMO CPO sebesar 20 persen,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.
Sebagaimana diketahui, belum lama ini pemerintah menaikkan kewajiban pemenuhan domestik (domestic market obligation/DMO) atas ekspor CPO (crude palm oil/minyak kelapa sawit) dan turunannya dari 20 persen menjadi 30 persen. Dengan kenaikan DMO dari 20 persen menjadi 30 persen, artinya produsen CPO wajib memasok 30 persen produksinya untuk kebutuhan dalam negeri.
”Kemarin, saat ada DMO, kan isunya soal kepatuhan produsen yang rendah dan berakibat pada skandal gratifikasi yang ditangani Kejagung,” ujarnya.
Menurut dia, pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk memenuhi kebutuhan migor sudah lebih dari cukup. Tak tepat bila pelarangan ekspor total justru diberlakukan.
Bhima menjelaskan, selama ini problem ada dari sisi produsen yang pengawasannya lemah. Semestinya pemerintah bisa memperbaiki aspek pengawasan.
Lantas, apakah dengan stop ekspor migor harga akan turun? ”Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET (harga eceran tertinggi) di minyak goreng kemasan. Seharusnya jangan stop ekspor total, tegakkan saja aturan DMO,” tegasnya.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perkembangan penyidikan dugaan korupsi terkait dengan pemberian fasilitas ekspor CPO kemarin. Korps Adhyaksa mengungkapkan bahwa ada 30 saksi yang diperiksa sejauh ini. Penyidik Kejagung juga menyita 650 dokumen yang berkaitan dengan kasus yang ditangani.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menjelaskan, pihaknya juga telah menggeledah 10 tempat. Mulai kantor tiga tersangka swasta, rumah tersangka, hingga ruangan di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tempat-tempat yang digeledah itu berlokasi di Jakarta, Batam, Medan, dan Surabaya.
Dalam kasus tersebut, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.
Selain itu, Febrie menyebut tim penyidik tengah mendalami barang bukti elektronik. Bukti itu memperkuat konstruksi perkara. Terutama terkait dengan kerja sama antara para tersangka. Dalam bukti itu muncul percakapan tentang kerja sama tersebut. ”Penyidik meyakini ada kerja sama antara para tersangka dan para pengusahanya, swastanya,” kata Febrie dalam konferensi pers secara daring.
Kejagung juga telah berdiskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian ekonomi negara yang timbul akibat perbuatan para tersangka. Diskusi dilakukan antara penyidik, ahli, dan auditor. ”Ini dilakukan untuk menyamakan persepsi antara penyidik dan rekan-rekan ahli, BPKP, auditor,” paparnya.
Sementara itu, Polri memastikan telah mengusut berbagai kasus migor. Total, ada 18 kasus yang tersebar di berbagai daerah. Kasus tersebut terkait dengan pelanggaran izin edar hingga penimbunan migor.