Riaumag.com , Jakarta –Menteri Sosial Tri Rismaharini mengklarifikasi kabar soal penghapusan 9 juta orang miskin dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di BPJS Kesehatan. Menurut Risma, penghapusan dilakukan karena telah dilakukan verifikasi ulang terhadap data penerima bantuan tersebut.
“Kami melakukan evaluasi,” kata Risma dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 27 September 2021.
Sebelumnya, kabar ini muncul setelah adanya protes dari BPJS Watch. Organisasi pemantau ini protes setelah Risma menghapus 9 juta orang miskin dari penerima bantuan subsidi iuran di BPJS Kesehatan.
Awalnya, Risma telah menetapkan orang miskin sebagai penerima bantuan di BPJS Kesehatan sebesar Rp 96,7 juta. Angka ini lebih rendah dari kuota nasional yang sebanyak 96,8 juta.
Penetapan ini dilakukan Risma pada 4 Januari 2021 lewat Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) Nomor 1/HUK/2021. Barulah kemudian evaluasi dilakukan karena sudah ada usulan perbaikan dari sejumlah lembaga, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setelah dievaluasi, ternyata banyak perubahan dari data 96,7 juta yang sudah ditetapkan ini. Sebanyak 433 ribu orang meninggal dunia, 2,58 juta data penerima ganda, dan 833 ribu yang sudah mutasi.
Mutasi artinya selama ini dia jadi orang miskin penerima bantuan iuran, sekarang ekonominya sudah membaik. Sehingga, kelompok ini bisa naik status di BPJS Kesehatan menjadi kelas 1 dan kelas 2. Tiga kelompok inilah yang diusulkan untuk dihapus datanya.
Berikutnya, ada 5,8 juta non Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak padan dengan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Kelompok ini dapat diusulkan kembali apabila sudah diperbaiki dan sinkron dengan data Dukcapil.
Lalu, ada juga non DTKS yang padan dengan dukcapil tapi harus diverifikasi ulang di daerah. Jumlah totalnya sebanyak 12,6 juta. Terakhir, ada DTKS sejumlah 74,4 juta yang memang jadi penerima tetap iuran pemerintah di BPJS Kesehatan.
Maka, Risma pun akhirnya menerbitkan Kepmensos Nomor 92/HUK/2021 pada 15 September 2021. Lewat beleid itu, Risma menetapkan 74,4 juta DTKS sebagai orang miskin yang tetap menerima bantuan iuran pemerintah.
Lalu, 12,6 juta non-DTKS akan diverifikasi ulang oleh pemerintah daerah. Sehingga, jumlah orang miskin penerima bantuan iuran sekarang turun jadi 87 juta. Karena kuota nasional berjumlah 96,8 juta, maka terjadi kekosongan 9,7 juta lebih dengan keputusan Risma ini.
Kekosongan 9,7 juta lebih inilah yang menuai protes dari BPJS Watch. Akan tetapi, kata Risma, kekosongan 9,7 juta ini disiapkan sebagai jatah bagi calon penerima baru.
Di dalamnya ada penerima subsidi iuran BPJS Kesehatan baru berdasarkan hasil perbaikan daerah, usulan baru daerah, bayi baru lahir dari ibu penerima bantuan, pekerja 6 bulan yang setelah PHK. Hingga yang terakhir adalah korban bencana.