Foto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara dunia bergerak tanpa nahkoda dalam forum Friends of BRICS Leaders Dialogue, dalam KTT BRICS di Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023). (Tangkapan Layar youtube SABC News)
RIAUMAG.COM ——– –Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membocorkan reaksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika mengetahui bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Oktober 2022 lalu. Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO perihal larangan ekspor bijih nikel yang dikeluarkan pada tahun 2019.
Menteri Bahlil menyatakan bahwa, pasca Indonesia kalah gugatan di WTO, beliau lantas mengadu langsung kepada Presiden Jokowi.
“Apa kata pak Presiden? hati-hati memang kalau orang kampung jadi Presiden leadership-nya kuat.
Apa kata presiden? Mas Bahlil negara ini sudah merdeka, negara ini ada pemerintahannya ada rakyatnya dilindungi oleh Undang-undang.
Gak boleh menyerah kepada negara manapun yang mau menekan kita lawan itu Uni Eropa di WTO,” terang Menteri Bahlil dalam Kuliah Umum Menteri Investasi/Kepala BKPM di Universitas Sebelas Maret (UNS), dikutip Kamis (24/8/2023).
Bahlil mengatakan, bahwa alasan Uni Eropa menggugat Indonesia di WTO karena saat ini dunia bergerak menuju energi hijau dan industri ramah lingkungan.
di mana, bahan-bahan untuk mendukung hal-hal tersebut membutuhkan nikel.
Nikel sebagaimana diketahui untuk kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik.
“Baterai ini bahan bakunya ada empat; nikel, kobalt, mangan, dan lithium,” ujarnya
Bahlil. Indonesia punya tiga dari empat bahan baku baterai listrik tersebut, yakni nikel, kobalt, dan mangan.
Bahlil mengatakan hanya lithium yang tidak dimiliki Indonesia.Oleh karena itu, beliau menyebut negara lain, termasuk Uni Eropa tak sudi industri tanah air berkembang. inilah yang berujung penjegalan di WTO.
“Inilah politik luar negeri dunia agar memaksa kita untuk industri kita tidak berkembang di Indonesia,” bongkar Bahlil.
Staf Khusus Menteri Perdagangan, Bara Krishna Hasibuan mengatakan Uni Eropa saat ini sedang menjalankan ketentuan Enforcement Regulation terhadap Indonesia.
Dalam aturan itu, UE bisa menilai kerugian yang mungkin dialami oleh negara-negara di UE terhadap kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel RI.
“Saat ini UE tengah melakukan konsultasi publik dengan pelaku usaha UE terkait implementasi secara umum, produk, nilai kerugian, bentuk retaliasi dan nilai kompensasi yang akan dikenakan.
Serta keputusan untuk jadi atau tidaknya menerapkan ketentuan tersebut terhadap Indonesia.
Sampai saat ini mereka belum menyampaikan ke Pemerintah Indonesia keputusan tersebut,” ujar Bara kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (22/8/2023).
Meski demikian, Bara menilai pemerintah Indonesia tak bakal tinggal diam.
Pemerintah kata beliau, telah menyampaikan keberatan atas langkah UE yang menerapkan Enforcement Regulation tersebut.
Pasalnya, proses sengketa larangan ekspor bijih nikel RI di WTO masih berlangsung. Apalagi, majelis banding juga belum terbentuk.
“Jadi seharusnya (Uni Eropa) juga menghormati prosedur di WTO itu, bukan dengan menerapkan ER dan langkah Indonesia untuk banding sesuai dengan ketentuan WTO (secara prosedur Indonesia taat asas),” tambahnya.
Sebagai informasi, dalam situs resmi Uni Eropa atau europian-union.europa.eu dikatakan bahwa, langkah pembentukan Enforcement Regulation setelah Indonesia mengajukan banding Laporan ke WTO atas kekalahan gugatan beberapa waktu yang lalu.
“Peraturan Penegakan UE memungkinkan UE untuk menegakkan kewajiban internasional, yang telah disetujui oleh sesama anggota WTO, ketika perselisihan perdagangan diblokir meskipun UE telah berupaya untuk mengikuti prosedur penyelesaian perselisihan dengan itikad baik,” ungkap Uni Eropa dalam situsnya.
Para pemangku kepentingan UE memiliki waktu hingga 11 Agustus 2023 untuk memberikan pandangan mereka tentang penggunaan Peraturan Penegakan UE dalam kasus ini.
Adapun tindakan yang bisa dilakukan ini dapat mencakup pengenaan bea atau pembatasan kuantitatif pada impor/ekspor.
“Pada saat yang sama, UE akan melanjutkan upaya untuk mencapai solusi yang disepakati bersama atas sengketa bijih nikel tersebut, termasuk terus mengajak Indonesia untuk bergabung dalam Multi-Party Interim Appeal Arrangement (MPIA),” terang situs tersebut.