Riaumag.com —-Amerika Serikat terang-terangan melibatkan diri dalam perang yang berkecamuk di Ukraina.
Namun di tengah keputusannya itu, Amerika Serikat memendam ketakutan soal China yang juga berpotensi membantu Rusia.
Bukan tanpa alasan jika AS ketakutan setengah mati jika hal itu sampai terjadi, kekuatan militer Rusia dijamin akan berlipat-lipat lebih besar jika sampai dibantu China.
Bayangkan saja sebuah negara seperti Ukraina yang berada di peringkat ke-22 dalam Global Firepower harus menghadapi dua raksasa sekaligus.
Rusia dan China berada di posisi kedua dan ketiga sebagai negara dengan militer terkuat di dunia menurut Global Firepower.
Secara peringkat, keduanya hanya dikalahkan oleh negara yang selama ini memang dikenal sebagai raksasa militer dunia, yaitu Amerika Serikat.
Hal inilah yang pada akhirnya membuat Amerika Serikat melakukan segala cara dan upaya agar China tak membantu militer Rusia.
Salah satu yang sudah mereka lakukan adalah dengan menebar ancaman kepada China.
Dilansir Al Jazeera, Amerika Serikat mengklaim sudah menyiapkan berbagai kebijakan keras jika sampai China membantu Rusia.
Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri China Xi Jinping sendiri sebenarnya pernah melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon pada Maret lalu.
Saat itulah Biden mengeluarkan ancaman tentang “biaya” yang akan ditanggung oleh China jika sampai membantu Rusia secara militer.
Namun, sejak saat itu, China tidak memberikan jaminan apa pun bahwa mereka tidak akan membantu Rusia.
Mereka seperti enggan untuk memberikan konfirmasi apa pun terkait dengan ancaman yang ditebar AS.
Beijing hanya mengatakan bahwa mereka �tidak ingin melihat� eskalasi perang di Ukraina.
China, menurut Xi, “selalu menganjurkan perdamaian dan menentang perang�.
Di tengah kalimat-kalimat yang dianggap tak memberikan jaminan apa pun tersebut, AS justru melihat China sudah semakin mendukung Rusia.
China yang sebenarnya menjalin hubungan ekonomi baik dengan Ukraina mau pun Rusia, terlihat mendorong medianya untuk memperkuat propaganda Rusia.
Hal ini bak semakin menguatkan apa yang terlontar dalam pertemuan antara pemimpin China dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Pada pertemuan yang berlangsung sebelum invasi Rusia ke Ukraina terjadi pada 24 Februari tersebut, kedua sahabat karib tersebut menyebut bahwa persahabatan antara kedua negara tersebut “tidak terbatas”.
Hal inilah yang pada akhirnya mendorong Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berbicara dengan rekannya dari China, Jenderal Wei Fenge.
Dalam pembicaraan yang terjadi pertama kalinya tersebut, Austin mendorong, atau bisa dikatakan mengemis, jaminan dari China bahwa negara tersebut tidak akan membantu Rusia secara militer terkait konflik dengan Ukraina.
Tapi, mungkinkah China mengkhianati sahabat terbaiknya?