DPD ASITA JAWA BARAT MINTA LARANGAN STUDY TOUR DIPERTIMBANGKAN, INI ALASAN DAN SOLUSI KREATIFNYA
RIAUMAG.COM , BANDUNG——–Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang study tour oleh sekolah mendapat reaksi beragam dari orang tua dan pelaku industri pariwisata. Pernyataan yang menganggap study tour sama dengan kegiatan piknik tidak sepenuhnya akurat. Study tour seharusnya diatur dengan ketat dan mengikuti standar nasional.

Study tour yang semestinya mendukung pembelajaran di dalam kelas dan memberikan pengalaman nyata kepada siswa, dinilai memberatkan orang tua siswa karena memerlukan pengeluaran tambahan. Kemudian, study tour seringkali dianggap sebagai upaya segelintir pendidik untuk meraih keuntungan finansial pribadi.
Sekolah mungkin kurang terorganisir dalam merencanakan perjalanannya sehingga materi study tour tidak sejalan dengan kurikulum yang ada. Sekolah pun memilih vendor atau penyedia jasa dengan harga rendah demi menekan pengeluaran.
Lalu, apakah dengan melarang study tour akan menyelesaikan permasalahannya?
Demi masa depan anak-anak, kita semua mesti mengerti bahwa pembelajaran di luar kelas sangat penting untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Metode ini menciptakan suasana belajar yang interaktif, menyenangkan, dan aplikatif, sehingga materi lebih mudah dipahami oleh siswa. Dan yang tidak kalah penting adalah mereka dapat mengembangkan berbagai keterampilan.
Pembelajaran di luar kelas lebih dari sekadar hiburan. Melalui pengalaman langsung, siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang mendalam, keterampilan sosial yang lebih baik, serta sikap kreatif dan mandiri. Oleh karena itu, pembelajaran di luar kelas sebaiknya menjadi bagian penting dalam sistem pendidikan di sekolah.
Belajar di luar ruang kelas juga dapat membatu pendidikan karakter. Gubernur Dedi Mulyadi, dalam hal ini, menegaskan kembali pentingnya pendidikan yang berkarakter kesundaan (local wisdom) kepada siswa. Karena krisis identitas lokal di kalangan generasi muda semakin mengkhawatirkannya.
Kegiatan study tour sangat bisa dilakukan di dalam provinsi. Karena Jawa Barat memiliki beragam obyek dan aktivitas untuk kegiatan pembelajaran di luar ruang kelas. Kualitasnya pun tidak kalah bagus dibandingkan provinsi-provinsi lain. Para pemimpin daerah sebaiknya mendorong sekolah-sekolah untuk memperkenalkan siswa pada lingkungan di sekitar mereka sebelum melakukan kunjungan ke daerah lain.
Dari sudut pandang pariwisata, ASITA sebagai wadah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata, berkewajiban menyampaikan keluhan dan kekhawatiran yang dirasakan oleh anggotanya. Implementasi dari Peraturan Gubernur Jawa Barat mengenai larangan study tour dinilai dapat mengancam masa depan bisnis perjalanan wisata.
Pernyataan tidak diperbolehkannya lagi kegiatan study tour juga merupakan ‘tamparan keras’ kepada para pelaku usaha perjalanan. Itu berarti, pelayanan perjalanan wisata harus lebih bertanggung jawab dan menjaga kualitas layanan yang telah dijanjikan sesuai biaya yang dikeluarkan oleh konsumen.
‘’Kewajiban kita sebagai orang tua memperkenalkan akar budaya kita. Sekolah dan penyelenggara study tour bisa memperkenalkan akar budaya melalui pariwisata,’’ ujar Daniel Guna Nugraha, Ketua DPD ASITA Jawa Barat.
Beliau mencontohkan, banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh siswa di Kampung Naga, Tasikmalaya. Di situ mereka bisa belajar menganyam bambu, pergi ke sawah untuk ikut bercocok tanam dan memanen dengan beradab dan berbudaya, serta memasak dan makan bersama keluarga tuan rumah.
Untuk memperkenalkan warisan budaya tak benda Indonesia seperti batik, yang sudah diakui oleh UNESCO, sekolah dapat mengatur perjalanan ke sentra-sentra batik Jawa Barat seperti Kampung Trusmi di Cirebon. Di situ siswa bisa praktik membatik di bawah bimbingan pebatik, mengenal motif-motif batik dan mengetahui makna dan filosofinya dari keluarga pengusaha batik dan lain-lain.
‘’Kegiatan pariwisata seperti di atas jarang dilakukan oleh sekolah-sekolah di Jawa Barat. Padahal, penekanan mengenal potensi dan citra diri di wilayah kita sangatlah penting dengan kemajuan dan perkembangan zaman seperti sekarang,’’ tutur Daniel.
Dari pengalamannya menangani field trip dari Singapura, di sana sekolah memilih vendor kegiatan melalui lelang. Tour operator yang mengikuti lelang wajib mengisi assesment. Materi assesment sudah diatur dan ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Singapura. Vendor yang menjalakan kegiatan tidak sesuai dengan standar akan mendapat sanksi. Menurut Daniel, sistem semacam ini sangat mungkin untuk diterapkan di Jawa Barat.
Materi assesment meliputi: pemilihan tema study tour yang wajib berkorelasi dengan mata pelajaran di sekolah; penginapan/hotel harus memenuhi syarat minimal akomodasi yakni bersertifikat CHSE/PHRI dan verifikasi dari Dinas Kesehatan setempat dengan memperlihatkan bukti sertifikat kelayakannya; restoran dan menu makanan yang akan disajikan sesuai dengan kebutuhan gizi sehat yang diperlukan siswa/peserta dan dibuktikan dengan uji kalayakan dari Dinas Kesehatan dan PHRI; kendaraan pariwisata yang digunakan laik jalan, memiliki perizinan dari Kementerian Perhubungan RI berupa Izin Operasional dan Kartu Pengawasan, KIR dari DISHUB, dan STNK yang masih berlaku; rombongan siswa wajib ditemami pemandu wisata atau penerjemah yang berpengalaman dan tersertifikasi dari BNSP dan berafiliasi dengan Himpunan Pemandu Wisata resmi di Indonesia; travel agent/tour operator wajib memiliki izin usaha, berlisensi, dan berafiliasi dengan Asosiasi Perjalanan Wisata resmi di Indonesia dengan menunjukan NIA, NIB dan NPWP; perusahaan travel agent/tour operator juga wajib mempunyai Travel Consultant/Tour Manager berpengalaman dan tersertifikasi dari BNSP; jaminan asuransi perjalanan wisata; dan wajib mencantumkan alamat dan nomor layanan Kepolisian di sepanjang rute perjalanan.
‘’Prinsip dari assesment itu adalah untuk melindungi siswa. Dan tour operator wajib memberikan pelayanan prima sesuai dengan yang telah ditentukan oleh sekolah dan peraturan pemerintah di negara itu,’’ tambahnya.
Efek larangan study tour telah menimbulkan kekhawatiran, bukan hanya di kalangan pelaku industri pariwisata di Jawa Barat saja tetapi juga menjalar ke provinsi lain di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Bali. Karena dampak industri pariwisata terhadap perekonomian suatu wilayah mencakup pendapatan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah perlu segera menetapkan standar penyelenggaraan study tour. Kolaborasi antara Kementerian Pendidikan, Kementerian Pariwisata dan Kementerian Perhubungan, serta asosiasi komite sekolah dan pelaku industri pariwisata sangat penting untuk menemukan solusi dan menetapkan standar yang jelas.