RIAUMAG.COM ——- Konflik yang terjadi di Pulau Rempang pecah.
Aparat Kepolisian dan warga saling serang dalam aksi damai yang digelar di depan kantor BP Batam pada Senin (11/9/2023).
Massa melempari kantor BP Batam dan pihak Kepolisian yang tengah melakukan penjagaan dengan batu.
Membalas serangn massa, aparat Kepolisian menembakkan air dengan menggunakan mobil watercannon.
Mereka pun menembakkan gas air mata untuk memecah massa yang anarkis.
Sebelum demo ricuh, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi bertemu dengan para pendemo.
Dalam kesempatan tersebut dirinya mengaku memiliki keterbatasan kewenangan terkait konflik di Pulau Rempang.
Rudi juga mengajak perwakilan pendemo untuk menemui Menteri terkait rencana relokasi 16 kampung tua di sana.
“Sejak demo pertama, saya menyampaikan jika saya adalah perwakilan pemerintah pusat. Mari bapak ibu sekalian kita ke Jakarta untuk bertemu dengan Menteri yang mengambil keputusan,” ujarnya.
Massa sebelumnya mendatangi Massa memadati depan gedung BP�Batam�meski salah satu aliansi membatalkan rencana turun ke jalan.
Kali ini, turut hadir beberapa tokoh masyarakat serta aliansi dan komunitas dari berbagai daerah lain seperti Kalimantan Barat, Lingga, Karimun, dan Siak.
Masing-masing perwakilan dari berbagai daerah ini menyampaikan orasinya di depan kantor BP�Batam.
Bahkan ada sosok dari pelaku kesenian di�Batam, yaitu Tarmizi dari Komunitas Rumah Hitam, yang menyampaikan syair panjang melalui pengeras suara.
Sejumlah orator menyatakan, aksi hari ini merupakan aksi damai, dan mengimbau massa untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan kekerasan.
Seruan Ustaz Abdul Somad
Konflik yang terjadi di Pulau Rempang disoroti Ustaz Abdul Somad.
Dalam status instagramnya @ustadzabdulsomad_official pada Minggu (10/9/2023), Ustaz Abdul Somad (UAS) mengunggah seruan kepada masyarakat Melayu.�
Berbeda dengan postingannya yang lain, dalam potret itu wajah Ustaz Abdul Somad terlihat masam.�
Dalam postingannya, UAS menyatakan dukungannya kepada masyarakat Pulau Rempang, Batam.
Mengutip pernyataan dari Prof. Dr. Dato’ Abdul Malik, M.Pd, masyarakat Pulau Rempang disampaikan merupakan keturunan prajurit kesultanan Riau-Lingga.
Para prajurit itu sudah mendiami Pulau Rempang sejak masa KesultananSulaiman Badrul Alam Syah I sejak tahun 1720.� �
Selanjutnya, mereka pun ikut berperang bersama Raja Haji Fisabilillah dalam Perang Riau I pada tahun 1782 hingga 1784.
Begitu juga dalam Perang Riau II bersama Sultan Mahmud Riayat Syah pada tahun 1784 hingga 1787.
“Penduduk asli Rempang-Galang dan Bulang adalah keturunan para prajurit Kesultanan Riau-Lingga yang sudah eksis sejak 1720 masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I. Pada Perang Riau I (1782-1784) mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah. Dan, dalam Perang Riau II (1784�1787) mereka prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah,” tulis Ustaz Abdul Somad.
Baca juga: Meski Berdarah Timur Tengah, Anies Keturunan Jawa Timur Tulen, Dibuktikan dari Silsilah Kakeknya
Baca juga: Viral Prewed Berujung Bencana, Ini Identitas Fotografer dan Pasangan yang Picu Kebakaran di Bromo
Ustaz Abdul Somad (Instagram @ustadzabdulsomad_official)© Disediakan oleh Wartakotalive.com
“Ketika Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah ke Daik-Lingga pada 1787, Rempang-Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga. Pemimpinnya Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman yang ditunjuk oleh Sultan Mahmud,” bebernya.
Kala itu, pasukan Belanda dan Inggris yang sudah menguasai Nusantara tak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau-Lingga.
Para prajurit itu disampaikan Ustaz Abdul Somad menjaga Pulau Rempang dan bermukim hingga saat ini.
“Anak-cucu merekalah sekarang yang mendiami Rempang-Galang secara turun-temurun,” ungkap Ustaz Abdul Somad.
“Pada Perang Riau itu nenek-moyang mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan. Nukilan itu ada ditulis di dalam Tuhfat al-Nafis karya Raja Ali Haji. Semoga mereka senantiasa dilindungi Allah SWT,” jelasnya.
Dalam statusnya itu, Ustaz Abdul Somad turut mengutip pernyataan Tokoh Masyarakat Melayu Serantau yang tidak disebutkan identitasnya.
Dalam seruan tersebut, Ustaz Abdul Somad meminta masyarakat Melayu untuk membantu masyarakat Pulau Rempang.
“Yang ada jabatan, tolong dengan kuasa. Yang sanggup berteriak, tolong dengan suara,” tulis Ustaz Abdul Somad.
Postingan Ustaz Abdul Somad pun disambut ramai masyarakat.
Sebagian besar menyatakan sepakat dan mendukung masyarakat Pulau Rempang.
Sebagian lainnya menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat.�
Bantu Warga Rempang, Suku Melayu dari Berbagai Daerah Mulai Berdatangan ke Batam
Konflik yang terjadi di Pulau rempang pada pekan lalu disambut dengan penolakan masyarakat melayu.
Sejumlah keturunan Melayu dari berbagai daerah datang ke Kota Batam untuk menunjukkan solidaritas kepada warga Rempang yang dipaksa meninggalkan kampungnya.
Mereka turut menyampaikan protes melalui aksi demonstrasi�di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, pada Senin (11/9/2023).
Dikutip dari Tribun Batam, turut hadir beberapa tokoh masyarakat serta aliansi dan komunitas dari berbagai daerah lain seperti Kalimantan Barat, Lingga, Karimun, dan Siak.
Masing-masing perwakilan dari berbagai daerah ini menyampaikan orasinya di depan kantor�BP�Batam.
Bahkan ada sosok dari pelaku kesenian di Batam, yaitu Tarmizi dari Komunitas Rumah Hitam, yang menyampaikan syair panjang melalui pengeras suara.
Sejumlah orator menyatakan, aksi hari ini merupakan aksi damai, dan mengimbau massa untuk tidak melakukan tindakan anarkis dan kekerasan.
“Kita hari ini aksi damai!” seru salah seorang orator.
Konflik di Pulau Rempang, Mahfud MD Tegaskan Bukan Penggusuran, Tapi Pengosongan Lahan
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menekankan bahwa insiden bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga Pulau Rempang, Batam, pada Kamis (7/9/2023) bukanlah hasil dari upaya penggusuran, tetapi merupakan proses pengosongan lahan oleh pemegang hak.
“Harapannya agar kasus ini dipahami sebagai pengosongan lahan dan bukan penggusuran, karena lahan tersebut memang akan digunakan oleh pemegang haknya,” kata Mahfud saat diwawancarai di Hotel Royal Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Jumat (8/9/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa pada tahun 2001-2002, pemerintah memberikan hak atas Pulau Rempang kepada sebuah perusahaan dengan bentuk hak guna usaha.
Sebelum investasi dimulai, tanah tersebut tidak digarap dan tidak pernah dikunjungi. Kemudian, pada tahun 2004 dan seterusnya, keputusan diambil untuk memberikan hak baru kepada pihak lain untuk menghuni lahan tersebut.
Namun, Mahfud menekankan bahwa Surat Keterangan (SK) haknya telah dikeluarkan pada tahun 2001-2002 secara sah.
Mahfud juga mengomentari kesalahan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Pada tahun 2022, ketika investor hendak memulai proyeknya, pemegang hak datang ke lokasi dan menemukan bahwa tanahnya telah dihuni,” ungkap Mahfud MD.�
“Issue yang saat ini menjadi penyebab konflik adalah proses pengosongan lahan, bukan hak atas tanah atau hak guna usaha,” tambahnya.
Menurut Mahfud MD, kesalahan yang dilakukan oleh KLHK adalah mengeluarkan izin penggunaan tanah kepada pihak yang tidak berhak.
“Jika saya tidak salah, ada sekitar lima atau enam keputusan yang dinyatakan batal karena terbukti melanggar dasar hukum,” jelas Mahfud.
Mahfud MD mengusulkan agar pemegang hak dan warga setempat berdiskusi bersama untuk menyelesaikan masalah ini.
“Sekarang, yang diperlukan adalah diskusi mengenai solusi, mungkin bantuan sosial, bukan kompensasi karena mereka sebenarnya tidak memiliki hak. Ini adalah tindakan belas kasihan, dan bagaimana cara memindahkan mereka, dan ke mana mereka akan dipindahkan,” ungkap Mahfud MD.
“Menurut saya, ini adalah solusi terbaik,” tegasnya.
Kapolri Sebut akan Prioritaskan Musyawarah
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan memprioritaskan musyawarah dalam upaya penyelesaian masalah yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Diketahui, di lokasi tersebut terjadi bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga yang menolak soal pemasangan patok, Kamis (7/9/2023).
“Upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas hingga kemudian masalah di Batam, Pulau Rempang bisa diselesaikan,” ujar Listyo Sigit, kepada wartawan, Kamis.
Pihak BP Batam, kata dia, telah melakukan musyawarah dengan masyarakat di sana.
Uang ganti rugi bagi warga yang terdampak bahkan telah disiapkan.
“Namun, ada beberapa aksi, karena ada beberapa aksi yang kemudian hari ini dilakukan upaya penertiban,” ucap jenderal bintang satu itu.�
Terdampak Pengembangan Rempang Eco City, BP Batam Sediakan Hunian Bagi Warga Rempang Galang
Kepala Badan BP Batam, Muhammad Rudi berkomitmen untuk menyelesaikan hunian baru untuk masyarakat Rempang Galang yang terdampak relokasi dalam pengembangan Rempang Eco City.
Hal itu, disampaikan oleh Muhammad Rudi pada “Dialog Pengembangan Rempang” yang dihadiri oleh ratusan masyarakat Rempang, di Ballroom Hotel Harmoni One pada Rabu (6/9/2023).
“Relokasi ke tempat yang baru ini akan kami siapkan. Kami tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja,” tegas Muhammad Rudi.
Jika hunian baru tersebut belum selesai, maka masyarakat Rempang Galang akan mendapatkan hunian sementara.
Tidak hanya itu, biaya hidup masyarakat selama di hunian sementara juga akan ditanggung setiap bulannya.
Adapun biaya hidup selama masa relokasi sementara itu sebesar Rp 1.034.636 per orang dalam satu KK.
Biaya hidup tersebut termasuk biaya air, listrik, dan kebutuhan lainnya.
Sementara, untuk masyarakat yang memilih untuk memilih tinggal di tempat saudara atau diluar dari hunian sementara yang disediakan, akan diberikan tambahan biaya sewa sebesar Rp 1 juta per bulan.
Baca juga: Mario Dandy Divonis 12 Tahun Penjara, Ayah David Teriak Siu-Selebrasi Terkenal Cristiano Ronaldo
Baca juga: Tokoh Melayu dan Masyarakat Kepri Dukung Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City
Dialog Pengembangan Rempang yang diselenggarakan di Harmoni One Hotel, Batam Center pada Rabu (6/9/2023). (Istimewa)© Disediakan oleh Wartakotalive.com
“Jadi itu akan kami berikan sampai hunian baru selesai dibangun,” katanya.
Hunian baru yang disiapkan itu berupa rumah type 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 m2.
Hunian itu, berada di Dapur 3 Si Jantung, yang sangat menguntungkan untuk melaut dan menyandarkan kapal.
Lokasi hunian baru tersebut, akan diberi nama “Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City”.
Program ini memiliki slogan ‘Tinggal di Kampung Baru yang Maju, Agar Sejahtera Anak Cucu’.
Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City akan menjadi kampung percontohan di Indonesia sebagai kampung nelayan modern dan maju.
Sebab, di Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City itu akan tersedia berbagai fasilitas pendidikan lengkap (SD, SMP hingga SMA), pusat layanan kesehatan, olahraga dan sosial.
Selanjutnya tersedia fasilitas ibadah (Masjid dan Gereja); fasilitas Tempat Pemakaman Umum yang tertata dan fasilitas Dermaga untuk kapal-kapal nelayan dan trans hub.
Pembangunan hunian baru itu, akan dijalankan selama 12 bulan setelah pematangan lahan. Ditargetkan, hunian tahap 1 akan selesai pada bulan Agustus 2024 mendatang.
“Intinya kami akan semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik kepada bapak dan ibu (masyarakat Rempang Galang),” imbuhnya.
Tokoh Melayu dan Masyarakat Kepri Dukung Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City
Diberitakan sebelumnya, pengembangan Kawasan Rempang sebagai The New Engine Indonesian’s Economic Growth yang berkonsep “Green and Sustainable City” mulai mendapat dukungan dari beberapa tokoh Melayu dan masyarakat Provinsi Kepri.
Kerja keras BP Batam dalam melakukan sosialisasi terkait rencana pengembangan Rempang pun membuahkan hasil.
Hal ini terungkap saat dialog Pengembangan Rempang yang diselenggarakan di Harmoni One Hotel, Batam Center pada Rabu (6/9/2023).
“Pada prinsipnya, masyarakat mendukung program pemerintah itu secara utuh. Mudah-mudahan ini bisa berjalan baik,” ujar salah satu tokoh, Huzrin Hood, dalam sambutannya.
Di tempat yang sama, Panglima Lang Laut Kepri, Suherman, mengungkapkan hal senada.
Menurut Suherman, masyarakat mendukung penuh pengembangan Kawasan Rempang.
Dengan harapan, pemerintah dapat memikirkan nasib masyarakat ke depannya.
Baca juga: Mario Dandy Divonis 12 Tahun Penjara, Ini Pendapat Pakar Hukum Pidana Trisakti
Baca juga: Nilai Pemeriksaan KPK Terhadap Cak Imin Bentuk Kriminalisasi, Mahasiswa Tantang Buka Kasus Lama
Termasuk pemenuhan hak-hak bagi masyarakat yang telah turun temurun hidup di kawasan yang terdampak pembangunan Rempang.
“Saya juga usul agar pemerintah dan PT MEG juga harus menyiapkan koperasi untuk masyarakat,” ungkapnya.
Pengembangan Rempang Eco-City, Transisi Energi Fosil ke Energi Terbarukan
Pada forum yang berjudul “Dialog Pengembangan Rempang”, Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, Sudirman Saad, menjelaskan bahwa pengembangan Kawasan Rempang juga akan meningkatkan iklim investasi dan potensi ekonomi Indonesia.
Bukan tanpa alasan, lanjut Sudirman, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Investasi RI telah mengambil keputusan agar Rempang dijadikan sebagai fasilitas hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silika terbesar.
“Produk dari hilirisasi itu adalah dengan memproduksi energi terbarukan yaitu solar panel yang digunakan untuk menghasilkan listrik dari matahari. Artinya, ada transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Ini terbesar di Indonesia,” jelasnya.
Dengan nilai investasi sebesar Rp 174 triliun oleh PT Xinyi Internasional Investment Limited, Sudirman yakin jika proyek yang menjadi Program Strategis Nasional tersebut mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja dari masyarakat setempat.
Sehingga, memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat ke depan.
“Ini bakal menjadi kampung nelayan marime city yang maju di Indonesia,” pungkasnya.