Dari Buku Raja Bambang Sutikno
Riaumag.com , Jakarta
Bayi bahkan sejak masih dalam kandungan ikut merasakan jika orang tuanya, terutama ibunya, menanggung stress, sebaliknya begitu pun ketika si ibu merasa ceria. Banyak anak-anak Balita yang ’membaca’ tanda-tanda keajaiban yang tak mampu dibaca orang dewasa. Orang ’bijak’ biasanya mengatakan, itu karena pada kanak-kanak emosi dan hati nuraninya masih suci bersih sedangkan pada orang dewasa sudah banyak polusi dan terkontaminasi. Hanya orang dewasa yang ’suci’ atau menyucikan bathinnya yang sanggup membaca sinyal-sinyal keajaiban pada alam.
Keikhlasan ibu akan mengantar anaknya menuju kesuksesan dan kebahagiaan dunia akhirat. Apa artinya itu? Ada hubungan bathin. Ada sinyal-sinyal komunikasi yang tak terlihat dengan kasat mata. Komunikasi begini hanya dapat dirasakan, tidak dapat dilihat apalagi diraba. Seperti juga jika ada kasus suami ke luar kota kemudian berselingkuh di sana, isteri biasanya ada feeling, misalnya gelisah tidak bisa tidur semalaman. Atau isteri berselingkuh tanpa diketahui suami, suamiya bermimpi ’dipermalukan’. Bukanlah isapan jempol jika ada film-film menggambarkan cangkir si ibu jatuh pecah tatkala si ibu hendak mereguk teh manis karena saat itu putera tercintanya sedang mengalami kecelakaan lalu-lintas.
Jadi, hubungan bathin itu tidak terlihat namun nyata dan ada tanda-tandanya. Yang ingin saya sampaikan adalah keharusan orang tua untuk selalu setiap saat merasa ihklas mendo’akan yang baik-baik untuk putra-putrinya. Kalau sudah jelas bahwa ketidak-ikhlasan akan berakibat buruk terhadap anak, maka sama sekali tidak ada alasan bagi orang tua untuk merasa sakit hati, benci ataupun menghumpat-humpat anak. (Pernahkah anda mendengar sumpah serapah ini? Anak bedhebah/Anak haram jhadah/ Anak dhurhaka/ Anak tidak thau bhalas bhudi/ Syheitan kamu….. )
Sedangkan kepada semua manusia kita disarankan berkata dan bersikap manis serta saling memaafkan, apathah lagi kepada darah daging sendiri. Saya sengaja menuliskan hal ini karena masih sempat-sempatnya (ada) orang tua memasang iklan di koran ’telah putus hubungan keluarga antara saya (ibu) dengan si Jahil (anak) karena ……..’ Ohh, sayang sekali, kenapa iklan itu sungguh pernah ada.
Itu di koran, bagaimana dengan kejadian seperti itu namun tidak dipublikasikan? Waah, banyak mas, mbak. Bahkan ada yang menyewakan bayinya, menjual bayinya, ada yang mengusir anaknya, ada pula yang mem-PSK-kan anak perempuannya. Banyak orang sudah lupa – atau tidak percaya – bahwa pada akhirnya baik di dunia mau pun di akhirat orang tua harus mempertanggung-jawabkan bagaimana mereka memelihara, merawat dan mendidik anak sebagai ’amanah’ dari Yang Mahaesa. Merawat anak lahir bathin adalah kewajiban, bukan pengorbanan.
Jangan pernah berpikir apa lagi berucap atau mengeluh bahwa anda telah banyak berkorban demia si anak. ”Pengorbanan biaya, tenaga, waktu, pikiran dan perasaan demi si anak ini sudah luar biasa banyaknya tetapi dia malah tak jadi orang …… Stres aku melihat perangainya.” Merawat dan mendidik anak adalah kewajiban orang tua, jika anda anggap itu pengorbanan maka anda rugi tiga kali; kehilangan pahala dari YME, kehilangan perasaan ikhlas agar tetap mendoakan kebaikan untuknya, kehilangan optimisme agar terus memotivasinya. Optimisme anda yang hilang itu terimbas dan terrefleksikan pada nasib si anak.
Getar-getarkanlah nurani kita menyapa dan menyentuh nurani anak-anak. Di mata anak, ayah ibu adalah sumber pengetahuan, sumber contoh bin teladan. Tatapan mata anda yang penuh kasih sayang, yang berkelimpahan, dapat dibaca oleh anak. Tatapan mata kejujuran, keikhlasan dan pengharapan pasti terpancar pada sinyal-sinyal interaksi, baik secara verbal maupun dengan body language. Begitu juga sebaliknya, jika ada yang anda sembunyikan di balik pikiran, sorotan mata serta mimik wajah maka bahasa tubuh tak bisa berdusta.
Janganlah sekali-kali berpikir, jangan juga pernah mengeluh, bahwa pengorbanan demi si anak sudah tak terhitung banyaknya, tak terhingga besarnya. ”Pengorbanan harta, pikiran dan perasaan demi si anak ini sudah luar biasa ….. tetapi dia malah kualat, anak durhaka…… Stress aku melihat tingkah polahnya.”
Orang tua itu sudah sangat keliru jika menganggap pengorbanan mengurus anak. Membesarkan anak adalah kewajiban orang tua, bukan pengorbanan..
Jika anda berbohong, anak mencontohnya tanpa memilah yang mana yang benar, yang mana yang salah. Ada tamu mengetuk pintu, anak anda menyambutnya, ”Dik, ada Ayah? Saya minta waktu bertemu Ayah sebentar. Tolong katakan, Joko dari gang sebelah.”
Anak anda, Susi 5 tahun, masuk ke kamar anda dan menyampaikan pesan itu. ”Katakan padanya Ayah sedang tidur. Kalau penting, datang lagi besok sore, katakan gitu ya”
”Om, kata ayah dia sedang tidur. Om besok saja datang lagi.” Hahaha hehehe, sungguh memalukan.
Keteladanan apa yang sedang Ayah pertontonkan? Apa yang telah Ayah ajarkan? Hal-hal seperti itu sering terjadi, antara disadari dan tidak, orang tua mencontohkan kiat-kiat berbohong.
Anak mencontoh orang tuanya. Rajin membaca, dicontohnya. Rajin beribadah, dicontohnya. Rajin menasehati denga kata yang bijak, diturutinya. Rajin mengumpat, ditirunya juga. Jika anda berbohong, otomatis si anak merekamnya. Dari situlah dia belajar bebohong.
( Bersambung )
(rbs/riaumag.com)