Riaumag.com , Bandung
Bersyukur adalah kunci ketenangan.
Bersyukur bisa mendatangkan keberlimpahan.
Bersyukur pun bisa melahirkan kepedulian.
Namun, seringkali sulit dilakukan.
Beragam sebab, sehingga diri berat mengamalkan.
Salah satunya?
Karena merasa tidak mendapatkan kenikmatan.
Padahal camkan hal ini :
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka kalian tidak akan sanggup menghitungnya.” (QS. 16:18)
إِنَّاۤ أَعۡطَیۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ
“Sungguh, Kami telah memberimu nikmat yang banyak”. (QS 108:1)
Mungkin sudah yakin dengan pernyataanNya, tapi kenapa masih berat?
Ternyata ketemu sebab berikutnya, yaitu keyakinan kita belum ditambah rasa selanjutnya yaitu : Merasa BERUNTUNG.
Ya seringkali kita lupa kata ini.
Padahal apapun kondisi kita, masih ada kata “Beruntung” dalam pilihan kata yang bisa diyakini.
Bukankah alam bawah sadar kita seringkali berkata:
“Untung masih ketahan, sehingga kopi ga jatuh”
“Untung kemarin sempat menghindar sehingga tidak tabrakan”
“Beruntung banget, masih bisa makan walau menu sederhana”
“Beruntung, sakitnya ga harus dirawat di RS, penuh dimana-mana”
Bahkan,
“Beruntung banget saya, walau tulisan sederhana masih ada yang mau baca” hehe😁
So,
Bisa jadi hanya perlu mengkonversi alam bawah sadar tersebut menjadi keyakinan alam sadar.
Bahwa kita bukan tanpa sadar merasa beruntung, namun memang dengan penuh kesadaran kita adalah pribadi beruntung.
Betul, kita masih dan selalu beruntung. Rasa ajaib yang membuat kita bersyukur walau dalam beberapa hal masih kekurangan.
Karena,
“memang tidak mungkin kita serba sempurna, tapi saat merasa beruntung kita akan lebih merasa sempurna”.
Semoga semakin nyata syukur kita atas segala keadaan.
امين اللهم امين
–@am.nasrulloh–
(for-riaumag.com)