Riaumag.com , Bandung
Konflik hadir pada setiap zaman, sejak dulu kala. Diawali oleh konflik para kakak tertua kita Habil dan Qabil, hingga sekarang.
Jenis konfliknya pun beragam. Ada konflik pribadi, konflik keluarga, konflik kelompok hingga konflik antar negara (termasuk konflik terkini di Rusia dan Ukrania).
Pada zaman Arab (sebelum Kedatangan Islam) pun demikian. Mereka senang bertikai antar suku, kecuali pada 1 bulan yang sangat mereka hormati bernama Ramadhan.
(Ramadhan yang segera datang ternyata sudah diyakini sebagai bulan damai.)
Semoga Ramadhan tahun ini pun demikian. Aamiin.
Katanya ada beberapa langkah untuk mengatasi konflik :
- Menghubungkan ruang komunikasi.
- Meningkatkan semangat persaudaraan.
- Budaya klarifikasi (tabayyun) pada setiap informasi.
- Menahan diri dan menghargai pihak lain.
- Selalu adil pada setiap keputusan.
- Tidak memaksakan kehendak.
- Diplomasi yang bermartabat.
Lalu manakah yang utama?
Mari kita simak kisah berikut :
Konon ada 2 orang bersaudara yang berkonflik, padahal bertetangga. Pada saat pertikaian makin panas, sang kakak membuat parit besar sebagai pembatas dengan rumah adiknya.
Sang adik tidak mau kalah, dia segera menyewa tukang untuk membuat pagar pembatas yang tinggi dengan rumah kakaknya.
Tukang bangunan yang tahu konflik itu justru memiliki inisiatif lain. Dia tidak membuat pagar, malah membuat jembatan indah diatas parit. Kedua saudara yang bertikai pun tersentuh dan menyadari ego keduanya seiring hadirnya jembatan penghubung diantara mereka.
Jadi apakah TRIK KONFLIK yang utama itu?
Kita perlu menjadi pihak yang menghubungkan, serta perlu pihak-pihak yang memiliki semangat untuk selalu menyambungkan persaudaraan.
Semoga kita senantiasa terhubung dan selalu bersaudara.
*InsyAllah Ramadhan yang akan datang bisa menjadi momen persaudaraan dan kedamaian.
امين اللهم امين
–@am.nasrulloh–
(for-riaumag.com)