RIAUMAG.COM , PEKANBARU – Pemerintah Kota Pekanbaru berencana melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) di beberapa lokasi strategis yang ada di Kota Pekanbaru, termasuk kawasan Cut Nyak Dhien. Salah satunya dengan mendata para pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Jalan Cut Nyak Dhien Kecamatan Sukajadi tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru Zulhelmi Arifin, Ahad (29/9). Menurutnya, penataan di kawasan ini dianggap penting untuk memberikan kepastian hukum bagi para pedagang yang selama ini beroperasi tanpa izin resmi dari Pemerintah Kota Pekanbaru serta mengoptimalkan potensi retribusi yang bisa dihasilkan.
Di mana penataan ini juga dilakukan untuk memperhatikan hak-hak pengguna jalan dan pejalan kaki yang sering kali terganggu oleh keberadaan PKL di area fasilitas umum.
Salah satu langkah dalam penataan kawasan kuliner di Jalan Cut Nyak Dhien dengan melakukan pendataan terhadap PKL yang berjualan disepanjang ruas jalan alternatif itu. Kemudian para pedagang yang terdata nantinya akan diberikan barcode sebagai bukti resmi mereka beroperasi di lokasi yang diperbolehkan.
Pihaknya juga harus memperhatikan hak pengguna jalan dan pejalan kaki itu makanya, penataan ini dilakukan bertujuan agar semua pihak mendapatkan haknya sesuai aturan yang berlaku.
”Prioritas kami adalah para pedagang lama dan warga Pekanbaru. Setelah didata, mereka akan mendapat tempat yang diizinkan untuk berjualan. Dengan adanya barcode, pedagang tidak perlu khawatir lagi akan adanya penertiban karena mereka sudah terdaftar secara resmi,” ujarnya.
Tak hanya terkait penataan kawasan saja. Disperindag Kota Pekanbaru juga memperkirakan retribusi dari kawasan PKL seperti Cut Nyak Dhien bisa mencapai Rp2 miliar per tahun jika dikelola dengan baik. Namun, hingga saat ini, pemerintah kota belum menerima retribusi apapun dari pedagang di kawasan tersebut.
”Setidaknya kami menghitung total retribusi dari situ saja setidaknya bisa mencapai Rp2 miliar dalam setahun, tapi sekarang kita tidak dapat apa-apa. Pemerintah kota tidak menerima apapun. Sementara, informasi yang kami terima, para pedagang kaki lima ini membayar hingga Rp 890 ribu per bulan kepada pihak tertentu,” katanya.
Zulhelmi juga menambahkan bahwa terdapat laporan dari pedagang yang merasa ditekan untuk membayar sejumlah uang guna membuka lapak. Namun, pembayaran tersebut tidak ada kaitannya dengan pemerintah.
”Pengelola yang meminta retribusi kepada pedagang itu tidak ada kaitannya dengan pemerintah. Kami mengetahui siapa pengelolanya, tetapi hingga saat ini kami tidak memberikan izin resmi. Di kawasan Cut Nyak Dhien ada tiga pengelola, namun tidak satu pun dari mereka yang menyumbangkan kontribusi kepada pemerintah,” lanjutnya.(yls)