Riaumag.com , Jakarta—–Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni menilai, idealnya Pilpres 2024 minimal diikuti tiga pasangan calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres). Hal itu dilakukan untuk mencegah adanya polarisasi.
Toni mengatakan, pertama, dengan tiga pasang kandidat membuat pesta demokrasi atau pemilu lebih meriah, rakyat punya alternatif pilihan lebih banyak. Menurutnya, semakin banyak kandidat semakin besar ruang kontestasi ide dan gagasan dan tentu positif bagi rakyat.
“Kedua dengan tiga pasang kandidat, polarisasi yang terjadi pada pemilu 2019 yang implikasi masih terasa saat ini lebih bisa diantisipasi dan dimitigasi. Polarisasi ‘head to head’ yang membelah secara hitam putih lebih bisa diantisipasi. Reaktif akan terjadi rilaksasi politik,” kata Toni dalam cuitannya di Twitter yang diizinkan untuk dikutip Suara.com, Senin (9/5/2022).
Toni mengatakan, polarisasi politik dan berisik pada masyarakat demokratis yang matang dan dewasa sebenarnya biasa saja. Hal itu lantaran masyarakat demokratis sejatinya masyarakat yang memang berisik karena semua berhak bicara dan ingin didengar.
Tapi menurutnya, masyarakat yang berisik atau bersuara itu harus berdasarkan policy atau kebijakan bukan identitas.
“Misalkan polarisasi pilihan kebijakan sedalam dan sejauh mana intervensi negara terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Pajak tinggi vs pajak rendah beserta turunnya pada postur anggaran negara. Pro choice vs pro life dan sebagainya,” tuturnya.
Toni menambahkan, hal yang disayangkan justru yang terjadi kekinian adalah polarisasi yang lebih condong ribut ke soal identitas bukan kebijakan. Terlebih hal itu juga jadi konsumsi di akar rumput.
“Bila ada tiga kandidat, kemungkinan besar memang akan terjadi ronde kedua karena tidak ada kandidat yg meraih suara 50 persen lebih pada putaran pertama,” ujarnya.
Menurutnya, pola koalisi partai-partai pada ronde kedua juga akan membantu merilaksasi ketegangan-ketegangan politik di kontestasi babak kedua nantinya.
Ia mengatakan, pasti ada konsekuensi biaya, tapi uang yang dikeluarkan untuk ronde kedua wajar dibayarkan ketimbang membayar biaya perpecahan dan keretakan sosial di akar rumput akibat pembelahan politik.
Toni malah bercerita soal kawannya di DPR RI yang membeberkan kalau biaya setahun Kepolisian 2019 tersedot untuk biaya pengamanan beberapa bulan saja pada masa kampanye, pencoblosan dan masa sengketa pemilu uang mengundang aksi masa besar-besaran dimana-mana.
Namun, ia mengaku tak angka detailnya. Harus dicek ulang. Menurutnya, ia hanya ingin gambarkan, dua pasang kandidat pun punya konsekuensi dana pengamanan yang besar.
“Apalagi biaya sosialnya, jauh lebih tinggi ketimbang ongkos demokrasi putaran kedua pemilu itu. Jadi, Semoga 2024 kita punya, paling tidak 3 pasang kandidat capres-cawapres agar pesta demokrasi kita lebih meriah, rakyat punya lebih banyak pilihan, dan polarisasi politik tidak semakin menajam,” katanya.