RIAUMAG.COM , Jakarta – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) meminta agar menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (mendikburistek) ke depan paham soal pendidikan. Pemahaman ini menurutnya penting untuk memastikan program pendidikan dapat mengefektifkan anggaran yang tersedia, alih-alih meminta besaran lebih tinggi.
Pendapat tersebut disampaikan JK dalam merespons isu turunnya alokasi anggaran pendidikan ke Kemendikbudristek pada RAPBN Tahun Anggaran (TA) 2025 dan permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mereformulasi acuan belanja wajib (mandatory spending) anggaran pendidikan dari pagu belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jadi orangnya dulu, apa yang mau dicapai, baru anggaran. Semua tokoh pendidikan selalu memimpin pendidikan di Indonesia. Begitu menterinya tidak ngerti pendidikan ditambah malas lagi mengurusi pendidikan, kacau lah semua ini,” kata JK pada Diskusi Kelompok Terpumpun Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan, Sabtu (7/9/2024).
JK menyebut nama-nama tokoh pendidikan. Dia juga menyebut nama Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
“Di belakang pendidikan itu ada the man behind the gun, COO. Saya coba cari siapa menteri pendidikan selama ini. Ki Hajar Dewantara, orang hebat, dengan Taman Siswa cikal bakal prinsip pendidikan kira, Pak Soemantri (Brodjonegoro), Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, semua orang hebat di bidang pendidikan, ada Pak Juwono (Sudarsono), Abdul Malik Fadjar, semua ahli pendidikan, Muhadjir Effendy, Pak (Mohammad) Nuh (eks) rektor ITS, Anies (Baswedan) (eks) rektor (Universitas) Paramadina,” sambungnya.
“Dan ada Mas Nadiem, yang tidak punya pengalaman pendidikan, pernah datang ke daerah, dan jarang ke kantor. Bagaimana bisa,” katanya.
JK mencontohkan, dalam membangun perusahaan, hal pertama yang perlu disiapkan yakni orang terbaik, kemudian programnya, lalu anggarannya. Untuk itu, ia menilai anggaran bukan hal pertama yang diperhitungkan, tetapi orang yang tepat untuk memimpin dan melaksanakan program, dengan mengefektifkan penggunaan anggaran.
Analogi tersebut menurutnya juga berlaku di bidang pendidikan Indonesia.
“Pemerintah yang datang tolonglah, dipilih betul menteri yang ngerti pendidikan. Kalau tidak, mau rupiah sekian triliun dikasih, akan hancur-hancuran kalau tidak ngerti pendidikan,” ucapnya.
“Jadi bukan hanya anggaran diperbaiki, tapi orang yang melaksanakan anggaran juga harus lebih diperbaiki. Percuma kalau bicara anggaran sekian tanpa ornag yang me-manage anggaran itu dengan baik,” ucapnya.
Ia menilai, dengan menteri yang paham pendidikan, nantinya penggunaan anggaran pendidikan dapat diprioritaskan pada hal-hal yang benar-benar berdampak bagi pendidikan Indonesia. Menteri ke depannya juga dapat berkaca pada negara lain yang mementingkan pendidikan seperti Cina, India, dan Korea Selatan.
“Anggaran pendidikan sejak 2005 itu tidak pernah tercapai 20 persen, hanya 11 persen. Hal ini karena gaji guru dikeluarkan dari anggaran pendidikan. Akhirnya pada 2006 dimasukkanlah gaji guru dan tercapai 21 persen. Itu sejarahnya untuk mencapai 20 persen,” ucapnya.
“Jadi sebenarnya anggaran terbesar dari pendidikan adalah gaji guru. Jadi bisa dilihat bahwa dari APBN itu gaji guru,” sambung JK.
Dalam acara yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbudristek Suharti mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menjalankan amanat konstitusi dan UU Nomor 20 Tahun 2003 terkait Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yaitu pemenuhan 20 persen anggaran pendidikan dari APBN.
“Komitmen ini ditunjukkan dengan pemenuhan 20 persen APBN untuk pendidikan sejak tahun 2009,” ujar Suharti.
Ia merinci, anggaran pendidikan 2024 mencapai Rp 665 triliun. Anggaran pendidikan 2024 dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat, Transfer ke Daerah (TKD), dan alokasi dalam pos pengeluaran pembiayaan.
“Kemendikbudristek mengelola anggaran sebesar Rp 98,99 triliun atau sekitar 14,88 persen dari anggaran pendidikan. Untuk TKD, khususnya DAK Fisik untuk perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan DAK Non fisik seperti untuk bantuan operasional satuan pendidikan, tunjangan guru, Kemendikbudristek ikut terlibat dalam penetapan kebijakannya,” jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2025, anggaran pendidikan naik sekitar Rp 57 triliun menjadi Rp 722,6 triliun. Angka ini juga 20 persen dari Belanja Negara APBN yang mencapai sekitar Rp 3.613,1 triliun. Namun, alokasi pada Kemendikbudristek turun Rp 15,7 triliun dari 2024 menjadi Rp 83,2 triliun.
“Kami harus optimis alokasi tersebut akan ditingkatkan karena masih banyak kegiatan-kegiatan prioritas yang belum terbiayai sepenuhnya. Bahkan yang sifatnya belanja wajib,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyatakan kekhawatiran bila terjadi pemotongan anggaran pendidikan pada APBN dengan adanya permintaan Menkeu Sri Mulyani untuk mereformulasi acuan mandatory spending anggaran pendidikan. Jika anggaran pendidikan kemudian menjadi 20 persen dari anggaran pendapatan pada APBN, ia memperkirakan anggaran pendidikan akan turun sekitar Rp 130 triliun.
“Di dalam isu 20 persen pelaksanaan sebagaimana amanat dari undang-undang ini. Itu terus kami gaungkan sampai di akhir periode kami,” ucapnya.